Di dalam suatu rumah tangga bisa saja terjadi keanehan, karena ada hal-hal yang memerlukan perhatian secara sekala dan niskala. Seperti Siwakarana yang berada di Griya Gede Punggul Manuaba, Banjar Kelodan, Punggul, Abiansemal, Badung, memerlukan penerus, yang konon sejak dulu leluhurnya adalah Peranda dengan bukti masih ada Siwakarana. Walaupun benda tersebut berada di griya lain tapi masih kerabat.
Jika menengok perjalanan Peranda yang satu ini, ternyata sangat unik. Apa keunikannya? Pasalnya, bukan karena takut dan bukan karena tidak mau malinggih. Tapi melihat kondisi tidak memungkinkan, ada niat menyuruh adik saja yang madiksa.
“Waktu itu, karena kondisi masih sedang sibuk mengemban tugas-tugas penting, demi kepentingan orang banyak, tiang tidak bisa malinggih, untuk itu, tiang suruh adik saja madiksa,” tutur Ida Bagus Gede Putra, A.Ma.Pd yang kini mabhiseka Ratu Ida Pedanda Gede Buruan Manuaba.
Guna mempersiapkan padiksan atas permintaan umat atau sisya, sampai mengkhursuskan adik agar mempunyai bekal, setidak-tidaknya ilmu agama untuk menjadi sulinggih. “Adik tiang titipkan di Griya Suksuk, Banjar Lambing, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung. Ternyata, sampai lima tahun mendapatkan bimbingan atau tuntunan untuk persiapan malinggih, bagaikan seorang murid yang tidak naik-naik kelas. Selama mengikuti bimbingan ajaran agama, tidak ada perkembangan yang berarti. Sampai lima tahun lamanya, bayangkan, sementara adik tiang pun tidak keberatan untuk didiksa,” ujar Peranda dua anak ini dengan heran.
Selanjutnya, lanjut Peranda kelahiran 1950 ini, di griya juga terjadi situasi yang kurang mendukung. Ada saja anggota keluarga kesakitan, atau hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu juga Ratu Peranda yang beristrikan Ida I Dewa Agung Istri Agung Manuaba tidak luput dari sakit. Setiap sakit dilakukan mapaluasan atau nunas baos.
Apa yang terjadi? Setiap mapaluasan ternyata yang kelihatan adalah siwakarana yang ada di griya. Siwakarana kini ada di griya lain yang tidak jauh dari griya aslinya. Begitu seterusnya, urai Peranda, setiap mapaluasan, hanya siwakarana yang kelihatan di baos baas. Sayangnya, siwakarana yang ada di griya lain, tidak pernah diminta kembali. “Malu rasanya meminta siwakarana tersebut,” aku Peranda berpenampilan tenang ini.
Dengan kondisi keluarga yang kurang harmonis, bahkan terjadi kecelakaan, ada dorongan dari seorang Peranda yang memang ada hubungan keluarga. Kebetulan Peranda Bang Buruan Manuaba dari Griya Swarga Bang Kerobokan, Kuta Utara, Badung sering datang. Beliaulah yang memberikan dorongan untuk malinggih. Di satu isi, griya ini juga milik Peranda Bang Manuaba dari Kerobokan. Sebelum mendapat dorongan Peranda Bang dari Kerobokan yang sekaligus Peranda nabe, juga atas dorongan umat atau sisya yang jumlahnya cukup banyak.
Entah sudah titah atau pituduh Hyang Widhi, Peranda boleh dikatakan sifatnya mendadak untuk malinggih. Seperti dikatakan tadi, karena berbagai godaan menimpa griya dan keluarga. Kebetulan waktu itu, Peranda sakit di bagian pala, ketika tangkil ke Peranda Nabe, kedua tangan Peranda diambil oleh dukun istri. Ketika dibaca garis tangan Peranda yang sebelah kanan, sangat mengejutkan, dikatakan Peranda dengan pendidikan terakhir D2 Pendidikan, akan cepat madiksa. Padahal balian tersebut tidak pernah mengenal Peranda. Sedangkan Peranda pun tidak menyangka hal itu.
Dari goresan garis tangan itulah, Peranda baru sadar akan menjadi Peranda walaupun awalnya tidak menyangka. Dengan garis tangan yang sudah dibaca sang dukun, selanjutnya Peranda disuruh ke Jawa. Mencari tempat yang namanya Petamanan Gajah Mada yang berada di Purwokerto (Trowulan), Jawa Timur. Di sana Peranda disuruh mandi.
Sebelumnya, Peranda merasa keberatan, karena tidak berani melakukan perjalanan dengan mobil. “Jangankan ke Jawa, dari griya ke Gianyar saja Peranda muntah-muntah,” papar Peranda yang tinggal di Punggul, Abiansemal ini.
Karena desakan, terpaksa diikuti petunjuk dukun. Anehnya, begitu perjalanan jauh, tidak terjadi apa-apa. Badan sehat walafiat tidak kesakitan. Ini terjadi suatu keanehan. Sama sekali tidak pernah muntah.
Setelah melakukan berbagai persyaratan, dibentuklah panitia padiksan. Namun, di dalam pembentukan panitia, lagi-lagi ada sedikit hambatan. Pihak panitia memasalahkan adanya Peranda Istri yang tidak satu soroh (karena Peranda Istri adalah seorang Dewa-red). Menurut tradisi, istri Peranda menjadi ganjalan.
Syukur kendala ini dirapatkan atau dimintakan pertimbangan kepada Peranda Nabe. Peranda Nabe tidak memasalahakan, masalah beda istri tidak menjadi masalah. Peranda Nabe memberikan restu untuk madiksa. Peranda Bang Buruan Manuaba memang dikenal Peranda universal, disegani umat, dan berwawasan luas. Syukur Peranda Nabe mampu memberikan pemahaman kepada panitia. Panitia pun akhirnya memberikan restu untuk melanjutkan melakukan upacara padiksan.
Griya Gede Punggul Manuaba
Nabe Mapica Siwakarana Lengkap
Sekadar diketahui, suasana griya sangat sejuk. Karena kondisi pedesaan masih terasa sunyi dan nyaman. Kendaraan tidak begitu membisingkan Desa Punggul. Pekarangan griya sangat luas. Maklum, dahulu di griya adalah tokoh penting. Hanya griya ini yang lahannya paling luas.
Griya pun banyak dinaungi tanaman menambah suasana sejuk. Suasana tenang sangat terasa. Tempat parkir pun cukup luas. Sewaktu persiapan madiksa, Peranda waktu walaka sempat tangkil ke griya membicarakan padiksan. Rencana upacara sebenarnya sasih kapat. Berhubung belum siap dana.
Ketika tangkil ke griya Nabe, persiapan masih jauh. Sarana lainnya juga belum siap. “Pokoknya di griya belum siap materi maupun dana. Karenanya, acara disiapkan mengambil dewasa di sasih kapat,” tegas Peranda dengan mimik serius.
Anehnya, Peranda waktu itu keceplosan. Dewasa ayu direncanakan sasih Kapat, Peranda mengatakan sudah siap sasih Kadasa. Dengan keceplosan bibir Peranda, semua panitia menjadi kaget bukan kepalang. “Lho, kok Peranda berani merencanakan sasih Kadasa, khan sudah dekat, sedangkan persiapan belum ada,” ungkap Peranda menyitir pembicaraan panitia.
Mungkin Peranda tidak sadar dengan ucapan mempercepat rencana upacara. “Mungkin itu sudah pituduh Hyang Widhi,” kata Peranda beralasan. Kendati belum siap sarana dan dana, ternyata Tuhan memberikan jalan. Siwakarana yang belum ada, sudah disiapkan Peranda Nabe. Semua kebutuhan upacara, siwakarana diberikan oleh Peranda Nabe. Sehingga upacara madiksa menjadi lancar. Upacara padiksan pun dilaksanakan tanggal 21 Maret 2008. Tidak ada halangan yang berarti. Walaupun nabe hanya Peranda Bang dari Kerobokan, Badung bersama Istri. Karena persiapan sangat singkat dan belum ada dana.
Peranda kini merasa plong setelah malinggih. Suasana griya semakin nyaman dan tenang. Karena Siwakarana sudah ada yang meneruskan. Walaupun siwakarana milik leluhurnya berada di griya lain. Semua terjadi serba kilat, termasuk Peranda pun tidak menyangka akan malinggih. 8
Reporter : Putu Patra
Foto : Putu Patra
Nama Walaka : Ida Bagus Gede Putra, A.Ma.Pd.
Kelahiran : Punggul 27 Pebroari 1950
Sulinggih Istri : Ida I Dewa Agung Istri Agung Manuaba.
Pendidikan Terakhir : D. II Pendidikan
Jumlah Anak : 2 (dua)
Madiksa : 21 Maret 2008
Nabe : Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba
Alamat Griya : Griya Gede Punggul Manuaba, Banjar Kelodan, Punggul, Abiansemal, Badung.