tag:blogger.com,1999:blog-60699247065455602872024-02-01T19:06:47.250-08:00Liputan Sulinggihbaliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.comBlogger14125tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-2856451211632936662009-02-04T18:47:00.000-08:002009-02-04T18:49:28.437-08:00Ratu Ida Pedanda Gede Buruan Manuaba<span style="font-family: webdings;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold;">Siwakarana di Griya Tanpa Penerus</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Di dalam suatu rumah tangga bisa saja terjadi keanehan, karena ada hal-hal yang memerlukan perhatian secara sekala dan niskala. Seperti Siwakarana yang berada di Griya Gede Punggul Manuaba, Banjar Kelodan, Punggul, Abiansemal, Badung, memerlukan penerus, yang konon sejak dulu leluhurnya adalah Peranda dengan bukti masih ada Siwakarana. Walaupun benda tersebut berada di griya lain tapi masih kerabat. </span><br /><br />Jika menengok perjalanan Peranda yang satu ini, ternyata sangat unik. Apa keunikannya? Pasalnya, bukan karena takut dan bukan karena tidak mau malinggih. Tapi melihat kondisi tidak memungkinkan, ada niat menyuruh adik saja yang madiksa.<br />“Waktu itu, karena kondisi masih sedang sibuk mengemban tugas-tugas penting, demi kepentingan orang banyak, tiang tidak bisa malinggih, untuk itu, tiang suruh adik saja madiksa,” tutur Ida Bagus Gede Putra, A.Ma.Pd yang kini mabhiseka Ratu Ida Pedanda Gede Buruan Manuaba.<br />Guna mempersiapkan padiksan atas permintaan umat atau sisya, sampai mengkhursuskan adik agar mempunyai bekal, setidak-tidaknya ilmu agama untuk menjadi sulinggih. “Adik tiang titipkan di Griya Suksuk, Banjar Lambing, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung. Ternyata, sampai lima tahun mendapatkan bimbingan atau tuntunan untuk persiapan malinggih, bagaikan seorang murid yang tidak naik-naik kelas. Selama mengikuti bimbingan ajaran agama, tidak ada perkembangan yang berarti. Sampai lima tahun lamanya, bayangkan, sementara adik tiang pun tidak keberatan untuk didiksa,” ujar Peranda dua anak ini dengan heran.<br />Selanjutnya, lanjut Peranda kelahiran 1950 ini, di griya juga terjadi situasi yang kurang mendukung. Ada saja anggota keluarga kesakitan, atau hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu juga Ratu Peranda yang beristrikan Ida I Dewa Agung Istri Agung Manuaba tidak luput dari sakit. Setiap sakit dilakukan mapaluasan atau nunas baos.<br />Apa yang terjadi? Setiap mapaluasan ternyata yang kelihatan adalah siwakarana yang ada di griya. Siwakarana kini ada di griya lain yang tidak jauh dari griya aslinya. Begitu seterusnya, urai Peranda, setiap mapaluasan, hanya siwakarana yang kelihatan di baos baas. Sayangnya, siwakarana yang ada di griya lain, tidak pernah diminta kembali. “Malu rasanya meminta siwakarana tersebut,” aku Peranda berpenampilan tenang ini.<br />Dengan kondisi keluarga yang kurang harmonis, bahkan terjadi kecelakaan, ada dorongan dari seorang Peranda yang memang ada hubungan keluarga. Kebetulan Peranda Bang Buruan Manuaba dari Griya Swarga Bang Kerobokan, Kuta Utara, Badung sering datang. Beliaulah yang memberikan dorongan untuk malinggih. Di satu isi, griya ini juga milik Peranda Bang Manuaba dari Kerobokan. Sebelum mendapat dorongan Peranda Bang dari Kerobokan yang sekaligus Peranda nabe, juga atas dorongan umat atau sisya yang jumlahnya cukup banyak. <br />Entah sudah titah atau pituduh Hyang Widhi, Peranda boleh dikatakan sifatnya mendadak untuk malinggih. Seperti dikatakan tadi, karena berbagai godaan menimpa griya dan keluarga. Kebetulan waktu itu, Peranda sakit di bagian pala, ketika tangkil ke Peranda Nabe, kedua tangan Peranda diambil oleh dukun istri. Ketika dibaca garis tangan Peranda yang sebelah kanan, sangat mengejutkan, dikatakan Peranda dengan pendidikan terakhir D2 Pendidikan, akan cepat madiksa. Padahal balian tersebut tidak pernah mengenal Peranda. Sedangkan Peranda pun tidak menyangka hal itu.<br />Dari goresan garis tangan itulah, Peranda baru sadar akan menjadi Peranda walaupun awalnya tidak menyangka. Dengan garis tangan yang sudah dibaca sang dukun, selanjutnya Peranda disuruh ke Jawa. Mencari tempat yang namanya Petamanan Gajah Mada yang berada di Purwokerto (Trowulan), Jawa Timur. Di sana Peranda disuruh mandi.<br />Sebelumnya, Peranda merasa keberatan, karena tidak berani melakukan perjalanan dengan mobil. “Jangankan ke Jawa, dari griya ke Gianyar saja Peranda muntah-muntah,” papar Peranda yang tinggal di Punggul, Abiansemal ini.<br />Karena desakan, terpaksa diikuti petunjuk dukun. Anehnya, begitu perjalanan jauh, tidak terjadi apa-apa. Badan sehat walafiat tidak kesakitan. Ini terjadi suatu keanehan. Sama sekali tidak pernah muntah.<br />Setelah melakukan berbagai persyaratan, dibentuklah panitia padiksan. Namun, di dalam pembentukan panitia, lagi-lagi ada sedikit hambatan. Pihak panitia memasalahkan adanya Peranda Istri yang tidak satu soroh (karena Peranda Istri adalah seorang Dewa-red). Menurut tradisi, istri Peranda menjadi ganjalan.<br />Syukur kendala ini dirapatkan atau dimintakan pertimbangan kepada Peranda Nabe. Peranda Nabe tidak memasalahakan, masalah beda istri tidak menjadi masalah. Peranda Nabe memberikan restu untuk madiksa. Peranda Bang Buruan Manuaba memang dikenal Peranda universal, disegani umat, dan berwawasan luas. Syukur Peranda Nabe mampu memberikan pemahaman kepada panitia. Panitia pun akhirnya memberikan restu untuk melanjutkan melakukan upacara padiksan. <br /><br /><br />Griya Gede Punggul Manuaba<br />Nabe Mapica Siwakarana Lengkap<br /><br />Sekadar diketahui, suasana griya sangat sejuk. Karena kondisi pedesaan masih terasa sunyi dan nyaman. Kendaraan tidak begitu membisingkan Desa Punggul. Pekarangan griya sangat luas. Maklum, dahulu di griya adalah tokoh penting. Hanya griya ini yang lahannya paling luas.<br />Griya pun banyak dinaungi tanaman menambah suasana sejuk. Suasana tenang sangat terasa. Tempat parkir pun cukup luas. Sewaktu persiapan madiksa, Peranda waktu walaka sempat tangkil ke griya membicarakan padiksan. Rencana upacara sebenarnya sasih kapat. Berhubung belum siap dana.<br />Ketika tangkil ke griya Nabe, persiapan masih jauh. Sarana lainnya juga belum siap. “Pokoknya di griya belum siap materi maupun dana. Karenanya, acara disiapkan mengambil dewasa di sasih kapat,” tegas Peranda dengan mimik serius.<br />Anehnya, Peranda waktu itu keceplosan. Dewasa ayu direncanakan sasih Kapat, Peranda mengatakan sudah siap sasih Kadasa. Dengan keceplosan bibir Peranda, semua panitia menjadi kaget bukan kepalang. “Lho, kok Peranda berani merencanakan sasih Kadasa, khan sudah dekat, sedangkan persiapan belum ada,” ungkap Peranda menyitir pembicaraan panitia.<br />Mungkin Peranda tidak sadar dengan ucapan mempercepat rencana upacara. “Mungkin itu sudah pituduh Hyang Widhi,” kata Peranda beralasan. Kendati belum siap sarana dan dana, ternyata Tuhan memberikan jalan. Siwakarana yang belum ada, sudah disiapkan Peranda Nabe. Semua kebutuhan upacara, siwakarana diberikan oleh Peranda Nabe. Sehingga upacara madiksa menjadi lancar. Upacara padiksan pun dilaksanakan tanggal 21 Maret 2008. Tidak ada halangan yang berarti. Walaupun nabe hanya Peranda Bang dari Kerobokan, Badung bersama Istri. Karena persiapan sangat singkat dan belum ada dana.<br />Peranda kini merasa plong setelah malinggih. Suasana griya semakin nyaman dan tenang. Karena Siwakarana sudah ada yang meneruskan. Walaupun siwakarana milik leluhurnya berada di griya lain. Semua terjadi serba kilat, termasuk Peranda pun tidak menyangka akan malinggih. 8<br /><br /><br />Reporter : Putu Patra<br />Foto : Putu Patra<br /><br /><br /><br /><br /></span><div style="text-align: left;"><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Bhiseka : Ratu Ida Pedanda Gede Buruan Manuaba</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Nama Walaka : Ida Bagus Gede Putra, A.Ma.Pd.</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Kelahiran : Punggul 27 Pebroari 1950</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Sulinggih Istri : Ida I Dewa Agung Istri Agung Manuaba.</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Pendidikan Terakhir : D. II Pendidikan</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Jumlah Anak : 2 (dua)</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Madiksa : 21 Maret 2008</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Nabe : Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba</span><br /><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" >Alamat Griya : Griya Gede Punggul Manuaba, Banjar Kelodan, Punggul, Abiansemal, Badung.</span><br /></div><span style="font-family: webdings;font-size:85%;" ><br /></span>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-57506243764549893212009-02-04T18:45:00.000-08:002009-02-04T18:46:24.249-08:00<span style="font-size:85%;"><span style="font-family: webdings; font-weight: bold;">Ida Pedanda Istri Raka Kelaci</span><br /><span style="font-family: webdings; font-weight: bold;">Demi Pengabdian Ngajag Denpasar-Singaraja</span><br /><br /><span style="font-family: webdings; font-weight: bold;">Tidak mudah menemukan sosok Peranda Istri Kelaci, hanya ingin mengabdi di dunia pendidikan dan demi anak-anak TK, rela ngajag dari Denpasar-Singaraja. Padahal gaji sebagai PNS waktu itu tidak mencukupi, yang hanya 70 ribu rupiah. Itulah pengabdian yang tidak bisa diukur dengan materi. </span><br /><br /><span style="font-family: webdings;">Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi Ida Pedanda Istri Raka Kelaci dengan nama walaka Ida Ayu Kade Sindhu. Saat walaka, dengan mengantongi ijazah SPG TK mengawali kariernya sebagai guru di sebuah Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) Negeri Singaraja. Sebuah perjuangan dan ketulusan yang tidak dapat diukur dengan materi. Bagaimana tidak, setiap hari bolak-balik Denpasar-Singaraja. </span><br /><span style="font-family: webdings;">“Tiang jam lima pagi sudah berangkat naik angkutan umum menuju Singaraja. TK Negeri Singaraja merupakan satu-satunya TK dengan status negeri saat itu di Bali. Ngajag karena tanggung jawab dengan keluarga, saat itu anak masih kecil-kecil jadi setelah selesai mengajar langsung pulang ke Denpasar,” ungkap Ratu Istri mengenang kejadian 34 tahun silam. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Jam 11 siang kegiatan di sekolah TK telah berakhir, waktu pulang terasa lebih cepat ketimbang berangkat. Melelahkan memang setiap hari berangkat pagi-pagi dan tidak lama kemudian sudah kembali ke Denpasar. Lelahnya terasa dalam perjalanan namun ketika sampai di sekolah, semangat baru mengiringi hari-harinya sebagai seorang pendidik. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Apa yang memacu Ratu Peranda Istri sehingga bisa menjalani hal tersebut apalagi waktu itu untuk golongan 2 gajinya hanya 70 ribu rupiah perbulan. Untuk uang bemo saja sudah habis. Namun demikian menurutnya saat itu menjadi pegawai negeri merupakan hal yang sangat diminati orang-orang, pensiunan yang menjanjikan serta makna pendidikan yang memang lekat dalam jiwanya.</span><br /><span style="font-family: webdings;">Bukan hal yang mudah untuk menyelami dunia anak-anak, namun akan menyenangkan ketika mengetahui celah untuk memasukinya. “Dulu TK merupakan program pendidikan usia dini, anak-anak belum diajarkan menulis dan membaca. Sebagai taman bermain, mereka diberikan pengenalan terhadap warna-warna, bentuk, diajarkan makan bersama. Dibentuk sifat dasarnya, mengenai budi pekerti karena akan menjadi pendidikan awal sebelum menginjak penididkan selanjutnya,” jelas Ratu Pedanda Istri. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Taman kanak-kanak akan menjadi masa yang indah bagi anak-anak. “Kita selalu bermain-main dengan anak-anak. Dalam penulisan raportnya pun kita tidak memakai nilai, tetapi dengan kata-kata yang akan memacu semangatnya,” tambah Perandi kelahiran 28 Agustus 1938 ini.</span><br /><span style="font-family: webdings;">Menjadi guru TK sangat berkesan bagi sulinggih yang selalu terlihat ramah ini, pasalnya dengan menjadi guru TK berarti dekat dengan orangtua anak-anak. Perkembangan anak serta permasalahannya di sekolah dengan teman-teman atau dalam mengikuti kegiatan di sekolah bisa langsung dibicarakan. Terjadi hubungan yang baik antara guru dengan orang tua anak-anak. Tidak sampai tahun kurang lebih tahun 1975 statusnya pindah ke Kanwil P&K, dari guru pindah ke pegawai negeri ditempatkan di bidang Pendidikan Dasar dan Guru. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Setelah menjalani masa walaka dan pensiun dari Kepala Bidang Kesenian, atas kesepakatan keluarga besar Drs. Ida Bagus Raka nama walaka suami Ida Pedanda Istri Raka Kelaci sepakat untuk masuci (madwijati). Saat itu tiang belum pensiun, sehingga masih statusnya bekerja tetapi tidak ke kantor karena tidak diijinkan pensiun muda. Tentunya tiang ngiring Ratu Lanang, tidak kerja tetapi dapat gaji, jadinya makan gaji buta,” ungkap Ratu Istri seraya tersenyum. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Griya yang telah lama vakum kurang lebih 15 tahun akhirnya kembali besinar dengan kehadiran sosok sulinggih di Griya Braban Denpasar. Bertepatan dengan Wrespati Pon, Landep, 21 Maret 1991 dilaksanakan upacara padiksaan Ida Bagus Raka dan Ida Ayu Kade Sindhu dengan bhiseka Ida Pedanda Raka Gede Kelaci dan Ida Pedanda Istri Raka Kelaci. </span><br /><span style="font-family: webdings;">“Setelah mabersih, tiang benar-benar lepas dari rutinitas saat masih walaka. Termasuk baju-baju saat walaka tidak lagi digunakan bahkan arsip-arsip surat sama sekali tidak ada yang tiang perhatikan. Lepaslah sudah, kehidupan baru sebagai seorang wiku tiang jalani mendampingi Ratu Lanang,” ungkap Ratu Istri .</span><br /><br /><span style="font-family: webdings; font-weight: bold;">Griya Braban, Denpasar</span><br /><span style="font-family: webdings; font-weight: bold;">Kehilangan Batu Pijakan</span><br /><span style="font-family: webdings;"> </span><br /><span style="font-family: webdings;">Memang kuasa Tuhan setelah 14 tahun mengabdi untuk masyarakat, Ida Pedanda Lanang lebar. Berdasarkan pilihan griya Ratu Istri dipilih untuk melanjutkan tugas Ratu Pedanda Lanang melayani masyarakat. Baru mulai belajar mapuja dan bisa muput karya. “Sebelumnya Ratu Lanang lunga, tiang di griya manten sira uning wenten nak tangkil mangda ten suung ring griya,” ungkapnya. Ditinggalkan Ratu Lanang berarti tanggung jawab bertambah. Di sinilah menjadi pembuktian kemampuan yang dimiliki oleh Ida Pedanda Istri. </span><br /><span style="font-family: webdings;">“Sisya akeh, dumun Ida nak manying maklum anak tunggal. Walaupun sudah menjadi sulinggih namun manusia juga masih ada sifat yang memang bawaan tidak bisa dilepas. Justru setelah ditinggal Ratu Lanang, Ida menjadi semakin kuat dan mampu berbuat lebih. Jika dulu Ida sakit flue saja ada yang ngayahin tetapi sekarang semuanya harus sendiri. Pagi-pagi nyurya srawana sendiri, mau tidak mau harus tetap dijalankan. Karena rasa tanggungjawab malah Ida mampu melakukan bahkan sangat jarang sakit. Istilahnya saat inilah keluar kekuatan Ida yang dulu tidak keluar karena nyaman ada yang mendampingi,” tutur Gus Bintana. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Sosok Ratu Peranda Istri Raka Kelaci di mata anaknya merupakan seorang ibu yang mengutamakan pendidikan. “Keberhasilannya dalam mendidik anak-anak menjadi orang. Tiang kanggoange ring kawentenan tiange. Sejak tahun 1991 secara status keseharian anggaplah tidak lagi mempunyai aji ibu. Begitu orang tua mabersih, berarti telah lepas dari kehidupan duniawi. Konsep seorang sulinggih mengabdi pada masyarakat tidak terkait dengan imbalan. Situasi yang sangat berat, karena sejak kecil telah dididik kemudian dilepas sehingga bisa menggantikan orang tua untuk menjaga adik-adik. Apalagi mengubah status, mulai dari memanggil ibu aji menjadi ratu. Ini sangat sulit. Lama tiang tidak berani hadir di hadapannya karena perubahan-perubahan tersebut. Namun kini menjadi pengabih Ratu Peranda,” jelas Ida Bagus Putu Bintana, anak sulung Ratu Peranda Istri Raka Kelaci. </span><br /><br /><br /><span style="font-family: webdings;"></span><br /><span style="font-family: webdings; font-weight: bold;">Parindikan Sulinggih</span><br /><span style="font-family: webdings;">Ida Pedanda Istri Raka Kelaci</span><br /><span style="font-family: webdings;">Nama Walaka : Ida Ayu Kade Sindhu</span><br /><span style="font-family: webdings;">Tempat tgl. lahir : Griya Sangging Wanasari, Tabanan, 28 Agustus 1938</span><br /><span style="font-family: webdings;">Alamat Griya : Griya Braban, Denpasar. </span><br /><span style="font-family: webdings;">Riwayat Pendidikan : SPG TK tahun 1974</span><br /><span style="font-family: webdings;">Riwayat Pendidikan : Guru TK di TK Negeri, Singaraja, Kanwil P&K.</span><br /><span style="font-family: webdings;">Suami : Ida Pedanda Raka Gede Kelaci (alm)</span><br /><span style="font-family: webdings;">Nama walaka : Drs. Ida Bagus Raka</span><br /><span style="font-family: webdings;">Riwayat Pekerjaan : Kepala Bidang Kesenian </span><br /><span style="font-family: webdings;">Didiksa : Wrespati Pn Landep, 21 Maret 1991</span><br /><span style="font-family: webdings;">Nabe : Ida Pedanda Gede Putra Timbul</span><br /><span style="font-family: webdings;">Alamat Nabe : Griya Puseh Timbul, Intaran, Sanur.</span></span>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-37346828533545882532008-10-20T19:27:00.000-07:002008-10-20T19:31:07.904-07:00Ida Pandita Mpu Dhaksa Dharma Tenaya<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdd-_GrL4cBqehZU5ZNW-o27jVd_M4nlBGFHKlIYSQRna6dz0Yl1-kEA4Szhw47gVNTp_LbsBwCF0DkGfCDXoMJby5FXKqoVbhtkorfERA2wGH6gF1Vejgz5DVaU3_xi0c79bjd_7X_Pcf/s1600-h/sul+gir.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdd-_GrL4cBqehZU5ZNW-o27jVd_M4nlBGFHKlIYSQRna6dz0Yl1-kEA4Szhw47gVNTp_LbsBwCF0DkGfCDXoMJby5FXKqoVbhtkorfERA2wGH6gF1Vejgz5DVaU3_xi0c79bjd_7X_Pcf/s200/sul+gir.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259429058055332258" border="0" /></a><b style=""><span lang="IN"><span style="color: rgb(51, 255, 255);">Dengan Motor Tua Jelajahi Ratusan Desa</span><o:p></o:p></span></b> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><o:p> </o:p>Tak kenal lelah memberikan pembinaan kepada umat, itulah yang dilakukan Ida Bhawati I Gede Suwetha sebagai seorang Bhawati tak malu-malu dengan motor tuanya melaju ke desa-desa. Sampai ratusan desa disanggongnya untuk memberikan pencerahan kepada umat.</span><span lang="IN"><o:p></o:p><br />Dengan penuh keramahan kedatangan TBA disambut di griya Ida Pandita Mpu Dhaksa Dharma Tenaya. Suasana akrab meliputi obrolan ringan seputar padiksan Ida Pandita <span style=""> </span>yang baru saja berlalu. Berlanjut mengenang kerasnya perjuangan hidup hingga ia bisa seperti saat ini, sukses membesarkan keempat anaknya dan melanjutkan pada tingkatan penyucian diri sesuai dengan ajaran Catur Asrama. <b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak tertutup kemungkinan bagi anak seorang petani sekali pun untuk mengecap pendidikan hingga meraih cita-cita memiliki kehidupan yang lebih baik dalam segala hal. Dengan penuh kerendahan hati Ida Pandita Mpu Dhaksa Dharma Tenaya<b style=""> </b>dengan nama walaka I Gede Suwetha mengisahkan perjalanan hidupnya hingga menjadi seorang sulinggih. <b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">“Tiang hanya anak seorang petani. Bukan petani yang memiliki sawah sendiri, tetapi hanya petani penggarap. Dengan penuh perjuangan berniat untuk tetap bisa bersekolah. Apalagi zaman itu masih sedikit orang yang bisa bersekolah,” ungkap Ida Padinta mengenang kejadian kurang lebih setengah abad silam. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ibunya saat itu hanya memelihara <i style="">memeri </i>(anak bebek) tentu semuanya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah. Ida Pandita tidak malu untuk mengungkapkan bahwa untuk biaya sekolah ia harus <i style="">nyuluh </i>(mencari belut) pada malam hari, barulah keesokan harinya dijual. Begitu kesehariannya saat masih mengenyam pendidikan S.R. tahun 1947. Namun hal ini tidak dilakukannya sendiri, bukan hanya ia yang mengalami kesulitan ekonomi pada saat itu, namun semua orang merasakan hal yang sama pada zaman sebelum kemerdekaan hingga menjelang kemerdekaan RI.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">“Setelah menamatkan studi dan menginjak remaja, tiang dipilih sebagai kepala dusun. Dari situ tiang <i style="">jengah </i>ingin meraih kemajuan dalam kehidupan. Akhirnya mencoba melamar sebagai pegawai negeri dan diterima di Departemen Sosial, dan tetap merangkap sebagai pengurus adat,” ungkapnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kehidupan yang penuh dengan perjuangan dijalani tanpa rasa putus asa, bahkan saat ia masih berusia dua puluh tahun ikut sebagai penggerak dalam perjuangan melawan Jepang.<span style=""> </span>“Setelah tiang bekerja sebagai PNS, muncullah ketertarikan untuk membaca buku-buku. Dari situ tiang menemukan apa yang disebut Catur Asrama. Dengan jalan itulah tiang tertarik sekadi mangkin,” jelasnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">“Tiang menikah sampun wayah, karena merasa tidak memiliki apa-apa takut dekat denagn wanita. Namun merupakan tingkatan yang harus dilalui masa grehasta, baru tahun 1959 menikah,” ungkapnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kehidupan rumah tangga dijalani dengan penuh perjuangan. Gaji seorang PNS saat itu masih sangat minim. Namun tetap dijalani dengan tulus ikhlas, dalam memberi penyuluhan ke desa-desa tak kenal waktu. Hanya bermodal sepeda motor tua ratusan desa di Tabanan ia datangi memenuhi tugasnya memberikan penyuluhan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Lama kelamaan muncullah keinginan untuk terus berkembang, hingga kurang lebih sejak sepuluh tahun lalu ia merintis usaha Furniture Teras House Bali. Semuanya berjalan lancar dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 120 karyawan. Semuanya tdiak lepas dari perjuangan dan doa.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Keinginan untuk madiksa masih lekat semenjak ia bekerja di Departemen Sosial. Sebelum mengambil keputusan untuk mediksa, ia menjelaskan kepada istrinya bahwa tujuannya untuk madiksa bukan semata-mata untuk muput. “Itu adalah sebagai penyucian diri satmaka raga hidup <i style="">sube maaben</i>. Maka diawali dengan <i style="">mati raga</i>, bantennya pun sama seperti banten pengabenan. Kemudian hidup lagi, didiksa. Demikian tiang memberi pengertian kepada istri hingga sepakat untuk madiksa,” jelas Ida Pandita dari Delod Uma, Desa Pekraman Kaba-kaba, Kediri, Tabanan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebelumnya upacara madeg bhawati telah dilaksanakan tanggal 19 Desember 2007. dilanjutkan dengan madiksa tanggal 16 Agustus 2008 lalu dengan Nabe, Ida Pandita Mpu Nabe Dharmika Tanaya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Suasana griya sangat asri, terlihat pohon kamboja menghiasi hampir di setiap sudut pekarangan memberi semarak pada kehidupan griya yang sepi. Menurut Ida Pandita, suasana seperti inilah memberinya ketenangan, lebih introspeksi diri benar-benar menjalankan kependetaan. Suara air pancoran di jaba merajan seakan membawa hanyut dalam suasana kedamaian. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dari penuturan diketahui Ida Pandita Mpu Dhaksa Dharma Tenaya senang membaca huruf Bali.<span style=""> </span>“Tiang guru kekawin dan kidung ring Desa Adat Kaba-Kaba. Sudah beberapa kali mengikuti lomba pasti mendapat juara,” ungkapnya. <b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Meskipun telah menjadi seorang bhawati, namun hingga kini anak-anak dari tingkat SD, SMP yang biasa dibinanya masih tetap belajar ke griya. Ini menjadi suatu kebanggan tersendiri, bisa berguna untuk umat dan masyarakat. </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="IN">Sudah cukup lama<span style=""> </span>Ida Pandita mengabdikan diri di desa kelahirannya yang dulu jauh dari kemajuan, terisolir, menurutnya merupakan desa bucu kelod kangin Tabanan.</span></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-51727092652759926262008-10-20T19:25:00.000-07:002008-10-20T19:27:20.052-07:00Ida Pedanda Putra Manuaba<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZXOGYvGCpwzlL2X6ZDErLV0L88DEa4nkDH8sCjYzgNE8IsNZwqPwbmHkqLzCUFDzDYSb3ytvwNU6K6Vnz_3JUV-Gj5ab_yhPKnwzINM7bLYZdqL_sKLRvtKHT76DSEwJfRCYWkBwYMYuR/s1600-h/SULINGGIH+DAN+GRIYA+%283%29.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZXOGYvGCpwzlL2X6ZDErLV0L88DEa4nkDH8sCjYzgNE8IsNZwqPwbmHkqLzCUFDzDYSb3ytvwNU6K6Vnz_3JUV-Gj5ab_yhPKnwzINM7bLYZdqL_sKLRvtKHT76DSEwJfRCYWkBwYMYuR/s200/SULINGGIH+DAN+GRIYA+%283%29.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259428049437595154" border="0" /></a><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Ingkar Janji Musibah Datang<br />reporter : ayu ratna</b><o:p></o:p><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Karena<span style=""> </span>tidak percaya<span style=""> </span>dan memiliki jiwa penasaran ditambah dengan sikap tidak menepati janji, padahal janji itu telah disepakati sebelumnya oleh sulinggih sendiri kepada Aji (alm), hingga<span style=""> </span>akhirnya musibah itupun terjadi. Untung tidak bisa dicari dan <st1:place st="on"><st1:city st="on">malang</st1:city></st1:place> tidak bisa dihindari. Mungkin itulah pepatah yang pas buat sulinggih dari Griya Gede Mandara Manuaba, Banjar. Sedang, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p> </o:p></b>Dari Desa Jagapati kemudian ke utara melintasi Desa Angantaka terus ke utara lagi maka yang dilintasi adalah Desa Sedang. Suasana yang masih asri suasana pedesaan tampak<span style=""> </span>dengan pemandangan dari kanan maupun kiri dibentangi dengan hamparan sawah yang hijau. Persis di daerah persawahan itu kalau dari Selatan datangnya maka dari kanan jalan akan melihat jalan kira-kira berukuran satu setengah meter, pas untuk sepeda motor. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sekitar 50 meter dari jalan itu, sebelah kiri persis di depan pintu masuk ada bangunan pertama dengan tembok bata itulah Griya<span style=""> </span>Ida Pedanda Putra Manuaba. Pertama memasuki griya beliau, suasana begitu asri dan sejuk, terdengar suara ayam sepertinya Peranda senang memelihara ayam, tapi<span style=""> </span>bukan seorang bebotoh. Hanya sebagai tanda alam bila pagi sudah menjelang tiba.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Terlihat Ida Peranda sedang duduk bersila di <i style="">bale daja </i>seperti sedikit ada kesibukan, karena tampaknya sangat serius. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> beberapa jenis bunga di hadapan beliau, entah beliau mau membuat apa. Melihat kehadiran wartawan Bali Aga, dari kejauhan beliau sudah tersenyum dengan ramah dan menyapa kemudian mempersilakan duduk, lalu menanyakan ada kepentingan apa datang ke griya. Damai, sejuk<span style=""> </span>dan tenang itulah yang terasa. Sempat wartawan Bali Aga menoleh ke kanan dan ke kiri, sebab sedari tadinya Peranda Istri tidak nampak. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Setelah beliau tahu tentang keperluan wartawan Bali Aga, Peranda berjambang tipis ini tampak menarik nafas panjang entah apa makna dari semua itu. Sejenak diam, dan beliau pun akhirnya memulai kisah hidup perjalanan beliau dari walaka hingga sampai sekarang setelah menjadi Peranda.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sekitar tahun 1967 Peranda sempat transmigrasi ke <st1:place st="on">Sulawesi</st1:place> bersama istri. Sekian tahun beliau berada di perantauan. Suatu hari, Aji beliau yang kini sudah almarhum meminta agar kembali ke <st1:place st="on">Bali</st1:place> dan melanjutkan jejak Aji untuk mau menjadi seorang sulinggih. Waktu itu, beliau menyanggupi untuk pulang dan mau madiksa sesuai dengan permintaan Ajinya. Itu dilakukan oleh Aji<span style=""> </span>melalui telepon maupun lewat <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place>. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Peranda tidak begitu cepat mau pulang ke <st1:place st="on">Bali</st1:place> dan tetap bertahan di tanah perantauan. Hingga tahun 1971 beliau pun pulang. Namun, waktu beliau pulang ke tanah kelahiran tidak seperti kondisi saat masih tinggal diperantauan. Semua sudah berubah, beliau pulang tanpa ditemani istri tercinta. Karena seperti pengakuan beliau, saat itu beliau pulang dalam kondisi duda, karena cerai.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tiba di Bali, beliau disarankan untuk mengambil istri lagi, hingga beliau memperistri seorang gadis cantik dari Griya Sedang bernama Ida Ayu Nyoman Oka (walaka) setelah didiksa bernama Ida Pedanda Istri Sida Arsa. Hingga suatu hari sulinggih sempat jatuh sakit separuh tubuh (sakit asibak), beliau mencoba untuk datang ke dokter dan ternyata hasil dari pemeriksaan, kondisi beliau sehat dan tidak tampak ada penyebab dari sakit yang beliau derita. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sudah berbulan-bulan lamanya sakit itu dirasakan oleh beliau, suatu hari melalui seorang pemangku desa menyarankan untuk bertanya kepada balian (dukun). Alhasil, balian itu mendapat petunjuk tentang sakit yang dialami sulinggih karena ada suatu janji yang sampai waktu itu belum ditepati. Sulinggih belum percaya, karena saat itu yang tedun bukan leluhurnya, namun meminjam badan orang lain. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Karena tidak percaya, kembali dari mangku desa menyarankan untuk bertanya kembali hanya dengan sarana canang dan uang kepeng bolong sebanyak dua kepeng. Walau sesungguhnya itu tidak boleh dilakukan. Tapi, sepertinya balian itu memberi kebijaksanaan dan kembali memohon petunjuk. Apa yang terjadi? Petunjuk itu kembali datang dan langsung dari Aji beliau sendiri yang sudah menjadi leluhur. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“<i style="">Ning ning, ne Bapa</i>. <i style="">Sing ning percaya</i>? <i style="">Yen dugas pidan nu bape walaka bape mawasta Ida Bagus Rai. Suba lantas bapa madiksa bapa mewasta Ida Pedanda Singarsa. Suba ning inget</i>? <i style="">Nah, nyen keto engken ning jani, nyak dadi pedanda nerusin pejalan bapa</i>? <i style="">Orang jani yen ning nyak, yen sing, jalan jani ning milu pejalan bape ne cara jani</i> (ikut mati),” hasil peluasan. Barulah di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place> Peranda tercengang dan mulai ingat akan janji yang sudah lama beliau sepakati, rasa percaya pun muncul. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selain mendapat tawaran untuk menjadi sulinggih, Aji beliau juga memberi<span style=""> </span>bekal agar bisa terus menyambung hidup beliau setelah nantinya mau untuk menepati janji itu. Melalui petunjuk saat maluasin, Aji beliau menyarankan Peranda pulang ke Griya Sibang dan bertemu dengan ibu di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place>. Dan menyuruh ibu beliau mengambil sesuatu di sanggah kemulan dengan cara dipendak kemudian dilinggihkan di warung tempat usaha Peranda sendiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apa yang terjadi? Berselang beberapa hari usaha warung yang dimiliki Peranda selalu ramai tanpa pernah sepi dari pembeli. Permintaan itu awalnya diajukan oleh istri Pedanda sendiri meminta kepada Aji (mertua) tujuannya agar bisa memiliki tempat tinggal di Desa Sedang tempat kediaman beliau saat ini. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tanah seluas 3 are pun berhasil dibeli ditambah lagi pemberian dari seseorang yang berjanji di dalam hati orang itu sendiri, kalau beliau berhasil memiliki tanah dengan membeli sendiri orang itu mau memberi tanah seluas 2 are. Jadi keseluruhan tanah beliau saat ini sebanyak 5 are. Selanjutnya, perencanaan awal pembangunan dimulai dari membangun dapur.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sayangnya kebahagiaan itu hanya sesaat, karena istri tercinta jatuh sakit saat ditinggal kawin oleh putri tersayang, menyebabkan kedua Peranda ini merasa kesepian. Hingga menjelang ajal, istri tercinta pun akhirnya meninggal. Kesedihan kembali dirasa sulinggih, dan itu nampak dengan jelas dari kedua bola mata beliau berkaca-kaca dan menarik nafas seperti terasa sesak dan begitu berat cobaan hidup yang harus dihadapi Ida Peranda. Tapi, Peranda sempat mengatakan agar sebagai orang harus belajar untuk selalu bersyukur dalam kondisi apapun.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Merasa sudah tidak punya siapa-siapa lagi, beliau pun menyerahkan diri beliau kepada nabe sepenuhnya. Dari nabe, diangkatlah beliau menjadi putra setelah di peras sebelumnya. Beliau kini bersaudara dengan Ida Bagus Sudarsana yang tinggal di Jalan Pulau Saelus Gang I No.5 Pedungan. Salah satu putri dari Ida Bagus Sudarsana yakni Ida Ayu Ratih sangat perhatian kepada Peranda begitu juga dengan suaminya sendiri Ida Bagus Putrawan juga peduli menganggap seperti orang tua sendiri.</p> <span style=";font-family:";font-size:12;" >Kedua putra dan putri inilah yang menjadi semangat hidup Ida Peranda, karena pada dasarnya dari Peranda sendiri baik dari istri pertama dan kedua tidak memiliki putra. Ida Peranda juga merasa bahagia dan bangga memiliki anak dan menantu yang semuanya seorang dokter. Peranda mendoakan semoga selalu sehat dan panjang umur kepada anak maupun menantu. Peranda pun tersenyum, walau sesungguhnya Peranda merasa sedih karena kebahagiaan dirasa tanpa adanya istri tercinta. </span>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-70155204226058639412008-10-20T19:18:00.000-07:002008-10-20T19:20:38.335-07:00Ida Pedanda Gede Mas Jelantik<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi40wjT1PsMvMF0tZhvGnxPNMR_TssTzIw5_gY8pSKI7oQzgOIscnrs88V0txV62oXW2QX2C-eyqu_YMSUMCkOYOoOsFpnvU8uS4_Z8ZDZhsafT1rdToUXHG28ff0z7AVMd9XQz_R18BONh/s1600-h/sul+%26griya.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi40wjT1PsMvMF0tZhvGnxPNMR_TssTzIw5_gY8pSKI7oQzgOIscnrs88V0txV62oXW2QX2C-eyqu_YMSUMCkOYOoOsFpnvU8uS4_Z8ZDZhsafT1rdToUXHG28ff0z7AVMd9XQz_R18BONh/s200/sul+%26griya.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259426131979325026" border="0" /></a><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Syukuri Keragaman sebagai Anugerah Tuhan<br /></b><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Reporter : IA. Sadnyari</b><b style=""><o:p><br /></o:p></b>Keanekaragaman yang menghuni jagat ini, memang tak bisa dihindari, baik<span style=""> </span>ragam agama, golongan, etnis, dan ragam lainnya patut dihargai. Karagaman ini akan memberikan keindahan untuk dijaga dan dipupuk sebagai anugrah Tuhan, bukan sebaliknya dijadikan bahan saling menjelek-jelekan. Untuk itu, umat manusia perlu melakukan mawas diri untuk menjaga kerukunan di antara keragaman yang ada.<b style=""><o:p></o:p></b><b style=""><o:p></o:p></b><b style=""><o:p></o:p></b><br /><br />Menjaga keutuhan bangsa adalah idaman setiap orang yang berjiwa kebangsaan. Tidak peduli berasal dari suku, golongan dan agama apapun. Yang terpenting bagaimana bersama-sama dapat menciptakan kehidupan yang rukun sehingga persatuan tercapai. Memang perbedaan yang ada pada setiap daerah di wilayah <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tak terkira jumlahnya. Tidak usah melihat terlalu jauh, di Bali sendiri yang terbilang pulau kecil, ada berbagai keanekaragaman di dalamnya. Namun jika bisa melihat dari sisi positif keanekaragaman tersebut, bisa dilihat <st1:place st="on">Bali</st1:place> kaya akan seni dan budaya yang selalu diidamkan oleh setiap orang.<span style=""> </span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pulau Bali meski dengan keanekaragaman yang ada mampu menjaga kerukunan hidup sehingga yang terlihat dan dirasakan adalah kehidupan masyarakat yang rukun dan tentram. Setiap orang yang datang akan merasakan aura cinta dan spiritual yang sangat lekat membalut Pulau Bali. Dengan kelebihan yang dimiliki, tentunya banyak godaan yang datang dan menguji ketahanan <st1:place st="on">Bali</st1:place> sebagai Pulau Dewata. Peran seluruh umat tanpa terkecuali sangat dibutuhkan untuk mendukung menjaga <st1:place st="on">Bali</st1:place> tetap aman dan nyaman.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Semoga kita semua menuju pada kesadaran diri. Di zaman sekarang ini yang rentan terhadap berbagai permasalahan, umat<span style=""> </span>agar mawas diri. Dengan mawas diri maka tidak ada perpecahan antar umat beragama,” ungkap Ida Pedanda Gede Mas Jelantik dari Griya Buda Keling, Karangasem.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mawas diri dimulai dari diri sendiri, bercermin apakah diri ini sudah lebih bagus sehingga berani menjelek-jelekan orang lain. Sebuah kesadaran diri akan kekurangan yang dimiliki adalah poin penting untuk selalu bisa mengontrol emosi dan melakukan perbaikan sikap. Hal ini tidak beda jauh dengan pengendalian diri terhadap keserakahan yang sering menggoda dalam hidup ini. Baik harta maupun kekuasaan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Merasa bagian dari umat setiap orang hendaknya mengabdikan diri serta rela berkorban demi kepentingan bersama. Tahu memilah mana kepentingan yang harus diutamakan dan mana yang bisa diundur. Dengan demikian semua bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tingkat kepentingannya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Seperti kurangnya jumlah sulinggih dibandingkan dengan jumlah umat yang dilayani sangat terasa terutama di luar <st1:place st="on">Bali</st1:place>. Karena merasa memiliki, sang sulinggih dari Bali tentunya bersedia untuk muput karya di luar <st1:place st="on">Bali</st1:place>. Penyebaran sulinggih di luar Pulau Bali perlu diperhatikan sehingga akan mempermudah dalam pelaksanaan upacara agama. Selain itu penyebaran tapini juga sangat perlu mendapat perhatian. Setiap upacara tidak lepas dari banten di mana pembuatan banten perlu dipelajari dengan serius. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Kesadaran umat di luar <st1:place st="on">Bali</st1:place> terlihat semakin tinggi. Contohnya saat Ratu muput ring Candi Ceto, Solo umat Hindu terlihat antusias ngayah dalam upacara yang berlangsung. Dari kesadaran akan menumbuhkan perkembangan pada kehidupan beragama. Demikian juga umat beragama lain menunjukkan toleransi dan rasa menghormati terhadap upacara yang berlangsung,” ungkap Ida Pedanda kelahiran 1957. Mulai dari semangat dalam membangun tempat suci untuk memajukan dan membantu umat. Ini terlihat jelas dari kesadaran mereka yang tumbuh seiring dengan bhakti yang dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.</p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-39763580649927191542008-10-20T19:11:00.000-07:002008-10-20T19:18:17.905-07:00Ida Pandita Mpu Siwa Dhaksa Kusuma<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPtELKRfo17vEkKB3EV2e7BdnuRWU30gOBJzDPsGGUjdxaXDIrqp4c54oPDceUp5kGDdKBTWXOPbxBGEDMO1io6EuY4Un1XCuzsSE-Pgu5VxpYYg3e-oObuy6CJvo9prTQtRngLS8Hg7p0/s1600-h/ida+pandita+biru+daksa.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPtELKRfo17vEkKB3EV2e7BdnuRWU30gOBJzDPsGGUjdxaXDIrqp4c54oPDceUp5kGDdKBTWXOPbxBGEDMO1io6EuY4Un1XCuzsSE-Pgu5VxpYYg3e-oObuy6CJvo9prTQtRngLS8Hg7p0/s200/ida+pandita+biru+daksa.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259425752830113378" border="0" /></a><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Jalani <i style="">Titah</i> Catur Asrama<br /><br /></b><b style="color: rgb(51, 255, 255);"><o:p> </o:p>Reporter : I Putu Patra</b> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> alasan khusus bagi Ida Pandita Mpu Siwa Dhaksa Kusuma mengapa menapak jalan <i style="">madiksa</i>. Intinya adalah penyucian diri seperti yang telah dititahkan dalam ajaran Weda dengan jalan Catur Asrama (Empat tingkatan hidup). Di samping mengikuti jejak leluhur guna meneruskan perjalanan beliau. Juga mendapat dukungan luas dari masyarakat secara <i style="">sekala</i><i style="">.</i></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p></o:p><o:p></o:p></b><br />Berbicara dengan sulinggih yang baru saja didiksa memberikan kesan<span style=""> </span>serba baru. Jalan hidup juga baru dalam arti karena status sudah berbeda. Tidak lagi seperti walaka. Jalan menjadi sulinggih bukanlah suatu yang menakutkan, karena sudah diatur berdasarkan karma. Apalagi di dalam ajaran Weda memberikan tuntunan setiap kehidupan agar meningkatkan kesucian. Mulai dari melaksanakan pawintenan Saraswati guna melangkah menimba ilmu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Juga dikenal dengan pawintenan kepamangkuan yaitu penyucian bagi yang akan menjalani hidup sebagai pamangku, begitu seterusnya menjadi jro gede (Ida Bhawati), hingga pawintenan trijati menjadi sang sulinggih. Jalan ini telah ditapak I Gede Sukadana mulai dari langkah awal sehingga menjadi sulinggih bergelar Ida Pandita Mpu Siwa Dhaksa Kusuma. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bagaimana perjalanan Ida Pandita dari walaka hingga menjadi sulinggih? Berbincang-bincang dengan Ida Pandita berjambang hitam lebat ini tidaklah sulit. Apalagi baru saja malinggih pada tanggal 10 September 2008. Masih belia sekali kalau dihitung dari kelahiran bayi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tapi, perjalanan madiksa hingga bergelar Ida Pandita telah dijalani dengan pertimbangan yang matang, digembleng dengan berbagai ajaran rohani, upakara, spiritual, serta etika sebagai orang suci. Begitu juga <i style="">sesana</i> sulinggih telah dipahami Ida Pandita kelahiran tahun 1945 ini.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejatinya, tutur sulinggih 9 anak ini, tidak terbayang akan menjadi sulinggih. Tapi titah secara <i style="">niskala</i> memberikan jalan agar mau menuruti <i style="">pamargin </i>sang leluhur. Apalagi di karang yang ditempati sekarang ini pernah ditinggalkan cukup lama karena suatu hal. Akhirnya kembali ke karang semula guna melanjutkan titah <i style="">Ida Sasuhunan.</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan perjalanan hidup sebagaimana manusia pada umumnya. Ida Pandita yang tinggal di Punggul, Abiansemal, Badung ini punya <i style="">skil</i> cukup membanggakan. Artinya, tidak semua orang mampu melakoni pekerjaan tersebut. Programmer ahli bade, atau membuat sket-sket palinggih adalah keahlian Ida Pandita sejak walaka. Anehnya di dalam menekuni profesi tersebut, tutur Pandita bertubuh agak tambun ini, sering mensosialkan<span style=""> </span>hasil karyanya. Maksudnya tidak menerima upah/bayaran. Semua ini, beliau lakukan karena merasa wajib melakukan dana punia sesuai dengan kemampuan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Tiang tidak jarang melakukan pekerjaan tanpa bayaran, semua itu tiang lakukan dengan hati yang tulus,” tutur Pandita berpenampilan tenang ini. Ditanya alasan madiksa? “Tiang <i style="">ngamargiang </i>catur asrman. Agama <i style="">ngicenin iraga ngamargiang undag-undang hidup</i>, <i style="">ngawit saking sor nyantos malinggih nyuciang raga</i>,” beber Ida Pandita dengan apa adannya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Setelah malinggih, kata Pandita lebih lanjut, tugas berat dipikul sebagai tanggung jawab dalam kesulinggihan. Bahkan setelah menjadi sulinggih, ada sesana yang wajib ditaati. Tidak boleh sembarangan pergi atau keluar griya tanpa ada yang menemani. Berbeda sejak walaka, atau menjadi Bhawati, masih bisa<span style=""> </span>keluar bebas dalam arti sesuai dengan sesana. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Yang paling pokok, <i style="">malinggih kadi baos wawu</i>, bukan semata agar dapat muput yadnya. Tujuan <i style="">madiksa sane pinih unteng </i>adalah <i style="">ngarastiti jagat</i>, <i style="">tur </i>memberikan pencerahan rohani kepada umat <i style="">sami,</i>” urai Pandita tamatan SMP ini.<b style=""><o:p></o:p></b></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-7837558284603448702008-10-20T19:10:00.001-07:002008-10-20T19:11:49.579-07:00Ida Pandita Mpu Nabe Dharma Wijaya Kusuma<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtsOCvF8IbC-KU9820pZu7pSVL4qdIojuO4tBluAQVBujT1ZLuXcrGvmzFvmp_kp5gwpXba76Fq-ZQaCl-r8V_WAmXwdFWVOwnBIYJ4yXpGThhRlDYzp8Y2T-hhXEphQn_iYRlZ4E9XX82/s1600-h/ida+pandita+mpu+nabe....jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtsOCvF8IbC-KU9820pZu7pSVL4qdIojuO4tBluAQVBujT1ZLuXcrGvmzFvmp_kp5gwpXba76Fq-ZQaCl-r8V_WAmXwdFWVOwnBIYJ4yXpGThhRlDYzp8Y2T-hhXEphQn_iYRlZ4E9XX82/s200/ida+pandita+mpu+nabe....jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259424041774319314" border="0" /></a><b style="color: rgb(51, 255, 255);"><i>Ngetut Pemargin Bhatara Kawitan<br /></i></b><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Reporter : Andiawan</b> <p class="MsoNormal"><b><o:p> </o:p></b><o:p></o:p>Tujuan utama madiksa menurut ajaran Weda adalah penyucian diri. tapi, tidak semua umat mau madiksa. Terkadang melalui tuntunan <i>nis</i> baru mau madiksa. Sebab, menjadi sulinggih sangat berat di dalam menaati sesana. Tapi bagi sulinggih bernama walaka Made Adnya madiksa atas dorongan <i>ngetut pamargin Bhatara Kawitan</i>.<b><o:p> </o:p></b><b><o:p></o:p></b></p><p class="MsoNormal"><b><o:p></o:p></b>Matahari mulai menyingsing tepat di atas kepala yang sinarnya begitu menyengat<span style=""> </span>saat wartawan TBA tiba di salah satu griya yang beralamat di Lingkungan Petak, Kelurahan Astina, Buleleng. Tepatnya di Jalan Yudistira /81, Singaraja. Dilihat dari luar, memang tidak ada yang istimewa terlihat di sana, hanya ada dua patung yang dipasang di depan kori. </p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketika melangkah lebih jauh, TBA sempat menghentikan langkah, karena ada suara menyapa dengan mengucapkan (Om Swastyastu) walaupun tak terlalu jelas, padahal saat itu di griya hanya ada Ida Pandita Mpu, sibuk dengan aktivitasnya. Setelah dicermati, ternyata suara tersebut dilontarkan seekor burung beo yang ditaruh di salah satu tempat dengan sangkar yang cukup bagus di samping telaga di bawah pohon mangga. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Burung beo ini memang cukup pintar, karena ia bisa menirukan berbagai jenis suara, baik suara manusia, suara binatang, bahkan bunyi klakson pun bisa ditirukannya. Melihat sangkarnya yang dibuat cukup bagus, terlihat burung itu diperlakukan cukup istimewa. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Suasana sangat berbeda ketika masuk lebih ke dalam. Lokasi griya yang tidak terlalu luas, memiliki aura kesejukan sangat tinggi. Karena, selain beberapa jenis pot bunga dipajang di depan merajannya, di salah satu pojok tumbuh begitu suburnya pohon mangga yang berbuah cukup lebat. Desiran angin yang berhembus dari sela-sela daun mangga, menambah kesejukan griya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mengetahui kami datang Ida Pandita Mpu<span style=""> </span>serta merta menghentikan aktivitasnya seraya mengajak bercerita panjang lebar terkait pengalaman hidupnya mulai dari saat <i>walaka</i> hingga <i>melinggih</i> menjadi seorang sulinggih. “<i>Tiang </i>menjadi<span style=""> </span>seperti sekarang ini, karena ingin <i>Ngetut Pemargin Ida Bhatara Kawitan</i>,” ujar Ida Pandita yang saat walaka bernama Made Adnya ini mengawali ceritanya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kiprahnya di masyarakat saat masih walaka tak diragukan lagi, berbagai organisasi pernah di pimpinnya. Sepak terjangnya selalu menjadi <i>suritauladan</i>/contoh bagi warga dan masyarakat lainnya. Keinginan dan niat sucinya, untuk meningkatkan kesucian diri, dan ingin <i>Ngetut Pemargin Bhatara Kawitan </i>semakin besar dan kuat. Sehingga memacu untuk lebih giat belajar, guna mewujudkan cita-citanya tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Akhirnya,<span style=""> </span>tahun 1987<span style=""> </span>Ida Pandita Mpu yang dikenal ramah ini, <i>kajumput</i> menjadi pemangku di merajannya. Mulai saat itu Ida Pandita kelahiran tahun 1940 ini terus meningkatkan kemampuannya dengan <i>aguron-goron</i> (menempa diri) di salah satu griya, tepatnya di Griya Panaraga, Penarukan, yang saat itu digembleng Ida Pandita Mpu Nabe Dwi Tantra. Tahun 1990 hingga tahun 1992 Ida Pandita mampu meningkatkan kepemangkuannya menjadi Jro Gede. Kemudian tahun 1992 hingga tahun 2000 Ida Pandita Mpu<span style=""> </span>kembali berhasil meningkatkan diri dengan melakukan pawintenan tingkat <i>ekajati</i>, sehingga Ida berhak menyandang gelar Ida Bawati. Semangatnya untuk meningkatkan kesucian diri semakin kuat, dengan terus memacu diri meningkatkan kualitas spiritual, dengan mengikuti berbagai pelatihan kepemangkuan, cara belajar melalui nabe, lontar, maupun buku-buku agama. Hal itu dilakukan untuk menyiapkan diri untuk <i>malinggih ngetut pemargin Ida Bhatara Kawitan</i>. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Namun keinginn dan niat sucinya sempat terhenti, sebab belum sempat Ida Pandita di tapak, Ida Nabe keburu <i>Amor Ring Acintya.</i> Namun, tak membuat pupus harapannya. Ida Pandita memutuskan melanjutkan<span style=""> </span><i>menabe</i> (berguru) di Griya Suka Asti, Bakung, Sukasada, Buleleng. Kemudian setelah dirasa siap secara lahir-bhatin, akhirnya pada tahun 2000, Ida Pandita memutuskan untuk melaksanakan upacara pawintenan tingkat<span style=""> </span><i>dwijati/madiksha.</i> Tugas dan tanggung jawab sebagai seorang sulinggih sangat berat dan kompleks.</p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-39028823743412341832008-10-20T19:08:00.001-07:002008-10-20T19:10:10.207-07:00Ida Pedanda Gede Dangin Manuaba<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKe-u7xFHnctxDIryj5PrMclv4Zd9Te146M3Wdwg2Biew0fc-flLkf4PSsYuvM7uJJyToXBgp0lmkCMtaMRvkPZjtQ8bjAFtMPCOWAJzMA2eO9h2bi7HBIbFMSgGmvtXU5AOvou-eABz9m/s1600-h/Sul+dan+Griya+%282%29.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKe-u7xFHnctxDIryj5PrMclv4Zd9Te146M3Wdwg2Biew0fc-flLkf4PSsYuvM7uJJyToXBgp0lmkCMtaMRvkPZjtQ8bjAFtMPCOWAJzMA2eO9h2bi7HBIbFMSgGmvtXU5AOvou-eABz9m/s200/Sul+dan+Griya+%282%29.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259423548263771170" border="0" /></a><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Sering Didatangi Kode Alam<o:p></o:p></b> <p class="MsoNormal"><o:p style="color: rgb(51, 255, 255);"> </o:p><b style=""><span style="color: rgb(51, 255, 255);">Reporter : I Putu Patra</span><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p><b style="">Kisah perjalanan manusia terkadang unik, lucu, aneh, menyedihkan, begitu juga suka dan duka datang silih berganti.<span style=""> </span>Tidak jarang<span style=""> </span>perjalanan seseorang diawali penderitaan tiada henti ketika akan terjadi titah untuk menjadi orang suci. Begitu pengalaman Drs. Ida Bagus Aryadi yang kini <i style="">mabhiseka </i>Ida Pedanda Gede Dangin Manuaba. <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Lantas, bagaimana perjalanan beliau dari walaka hingga madiksa menjadi Pedanda? Perjalanan Wartawan Bali Aga tidak sulit menemukan Griya Gede Manuaba yang berada jauh dari Kota Denpasar. Tepatnya di Banjar Pemijian, Carangsari, Petang, Badung. Sampai di griya, tampak gapura griya begitu megah. Ditemukan dua pintu gerbang yang cukup anggun, satu gapura untuk griya dan satunya lagi pintu gerbang untuk merajan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Masuk ke dalam griya,<span style=""> </span>suasana sangat asri, terlihat bangunan cukup megah juga untuk ukuran griya. Pepohonan yang rindang, tanaman hias tampak memberikan kesan yang sejuk. Terlihat Peranda cukup sibuk melayani umat yang tangkil. Padahal suasananya masih pagi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">BA menunggu di luar/di jaba griya karena Ida masih sibuk. Begitu suara genta berhenti, BA masuk dengan langkah pelan tapi pasti. Ida Peranda sudah duduk tenang,<span style=""> </span>sementara umat yang jumlahnya puluhan orang dilayani Peranda<span style=""> </span>Istri. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Begitu Ida <i style="">ngaksi</i> (melihat-red) Wartawan Bali Aga, dengan ramahnya Ida Pedanda mengucap <st1:place st="on">OM</st1:place>, Swastyastu dan mempersilahkan duduk. Peranda yang satu ini memang beda dengan Peranda lainnya. tidak <i style="">ewuh pakewuh </i>menerima wartawan. Bahkan sangat akrab sekali, ramahnya begitu kental dan tidak memandang perbedaan di dalam situasi komunikasi. Maklum Ida Peranda sudah akrab dengan wartawan sejak <i style="">ngayah</i> di Kanwil Agama Propinsi <st1:place st="on">Bali</st1:place>. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Begitu juga, wawasan Peranda kelahiran tahun 1946 ini luas sekali. Karena sudah mantap malinggih dengan belajar lebih awal. Apalagi Peranda yang madiksa tahun 2003 ini pernah menjadi guru bahasa Inggris, bekerja di hotel, akhirnya jodoh menjadi PNS di Kanwil Agama <st1:place st="on">Bali</st1:place>. Menginjak pensiun pada tahun 2002, demi melanjutkan perjalanan leluhur, Peranda 3 anak ini <i style="">madiksa</i> menjadi sulinggih dengan nabe Ida Pedanda Istri Suniawati dari Gianyar. Tahun 2003 resmilah beliau menjadi seorang Peranda yang sudah mantap lahir dan bathin. Bahkan boleh dikatakan sulinggih cerdas dan sesuai dengan harapan umat Hindu di zaman yang sedang mengalami kemajuan di segala bidang. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apalagi dengan berbagai wawasan agama, bahasa Inggris lumayan untuk belajar Weda berbahsa Inggris. Buku Weda dengan bahasa Inggris yang tebal pun menjadi bahan bacaan Peranda setiaphari. Semakin lengkaplah secara ilmu yang diperoleh Peranda, baik sejak walaka maupun setelah malinggih. Lebih-lebih Peranda sering berkomunikasi dengan orang Barat<span style=""> </span>berbicara masalah agama Hindu dalam bahasa Inggris.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tapi, dalam perjalanan hidup Peranda banyak mengalami kode alam, baik semasih walaka maupun setelah menjadi Peranda. “Sejak walaka, tiang sering didatangi kode alam, tapi kode alam itu sama sekali tiang tidak pahami apa maknanya,” tutur Peranda yang ramah ini. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kode alam yang pertama terjadi di Mertasari, Sanur, Peranda mengalami keunikan menemukan mata air yang berpindah-pindah. Hanya Peranda yang berhasil menemukannya. Sampai sekarang masih segar dalam ingatan Peranda. Begitu juga setelah malinggih, berbagai kode alam menghampiri Peranda. Uniknya ketika muput karya agung bertiga di Sekar Mukti, Kupu-kupu berwarna coklat menghampiri Peranda, seraya hinggap di sasirat saat muput, dan kupu-kupu menghisap bunga kamboja yang berada di tangan Peranda. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Tiang heran, kenapa kupu-kupu itu datang pada diri tiang saja, bahkan kupu-kupu tersebut mengisap sari bunga kamboja,” tutur Peranda dengan heran. Di samping itu, juga pernah terjadi sesuatu yang unik di dalam diri Peranda. Anehnya. Bukan Peranda yang melihatnya, melainkan masyarakat sendiri. Keanehan tersebut adalah <i style="">ngerehan </i>dalam diri. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Tiang sama sekali tidak merasakan, justru masyakat atau orang lain yang memberitahu diri Peranda terjadi ngerehan,” ungkap Peranda<span style=""> </span>dengan setengah tidak percaya atas kejadian yang aneh tersebut. Mungkin masih banyak keanehan yang dialami Peranda, bahkan masih ada kejadian atau kode alam yang tidak bisa diungkap, namun masih tertulis dalam buku memori Pernda. </p> <span style=";font-family:";font-size:12;" >“Peranda berpikir ada apa gerangan perjalanan Peranda, apakah Tuhan telah menginjinkan menjadi seorang sulinggih, atau hal lain yang memberikan makna perjalanan ini,” tanya Peranda dalam hati.</span>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-57982588100981219172008-10-20T19:01:00.000-07:002008-10-20T19:07:59.518-07:00Ida Pedanda Bang Buruan Manuaba<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5F0BoO4grHCzjWbn054LLJ7tOhIFK_9aYYDVR5c06ds501NH59IMQcD9igE2_XmzAskjDNsWneeBRxajJoStIZz3Vz0ASr-kXRjh5fhBTFtCR2Uy3L1CE5GYQL339cZ_vbuC-BPxUxJwO/s1600-h/bang+manuaba.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5F0BoO4grHCzjWbn054LLJ7tOhIFK_9aYYDVR5c06ds501NH59IMQcD9igE2_XmzAskjDNsWneeBRxajJoStIZz3Vz0ASr-kXRjh5fhBTFtCR2Uy3L1CE5GYQL339cZ_vbuC-BPxUxJwO/s200/bang+manuaba.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259422887354280722" border="0" /></a><b style="color: rgb(51, 255, 255);">Sudiwadani Langkah Awal Menjadi Hindu<o:p></o:p></b> <p class="MsoNormal"><b style=""><o:p style="color: rgb(51, 255, 255);"> </o:p><span style="color: rgb(51, 255, 255);">Reporter : Putu Patra</span><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p> </o:p>Penting dipahami di dalam ajaran Hindu ada upacara yang disebut sudiwadani. Upacara ini ditujukan kepada umat yang memilih keyakinan ajaran Hindu. Dengan upacara ini, orang yang menentukan pilihannya ke Hindu menjadi sah, dan langkah awal belejar tentang Hindu. <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di dalam suatu agama, mempunyai tatacara bagaimana memberikan status kepada umatnya. Baik yang baru masuk<span style=""> </span>Hindu, maupun kembali menjadi Hindu. Dengan pemikiran yang makin kristis, masalah keyakinan adalah menjadi pilihan yang menjadi hak seseorang. Tapi, dilakukan dengan tatacara yang berlaku bagi agama yang dipeluk. Begitu juga di dalam menentukan pilihan, sesuaikan dengan hati nurani agar kehidupan tidak terombang-ambing oleh hal-hal yang tidak berkenan dalam hati nurani.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bagi Ida Pedanda Bang Buruan Manuaba, sudah berkali-kali memberikan pelayanan kepada umat non Hindu menjadi Hindu. Terlebih bagi orang asing yang menjadi semakin tertarik dengan ajaran Hindu. Karena agama Hindu memberikan kedamaian serta ajarannya sangat mendetail, lengkap dan dapat diilmiahkan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kata Peranda yang wajahnya mirip Gajah Mada, sudiwadani menjadi tatacara bagi mereka yang ingin masuk Hindu. Mereka disahkan statusnya dengan suatu upacara sederhana dengan saksi-saksi yang berkompeten. Seperti dipuput oleh sulinggih, serta disaksikan PHDI. Menurut Peranda yang tinggal di Griya Swarga Bang Manuaba, Jalan Muding Indah Gg. III/3, Kerobokan, Kuta Utara, Badung,<span style=""> </span>sudiwadani mempunyai awal sejarah kehidupan manusia<span style=""> </span>yang sangat penting. Dengan upacara inilah mereka yang menentukan pilihannya diubah statusnya dari non Hindu menjadi Hindu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan upacara sudiwadani, adalah langkah awal menjadi umat Hindu, terutama di dalam belajar Hindu. Dari sini, mereka akan digembleng dengan <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:city></st1:place> dasar keyakinan yaitu percaya dengan adanya Brahman, percaya adanya Atma, percaya adanya Punarbawa (lahir kembali), percaya dengan karmaphala, dan percaya adanya moksa. Kelima dasar kepercayaan ini, wajib diyakini sebagai umat Hindu. Di dalam sudiwadani, ada perubahan status, terutama bagi umat non Hindu yang menjadi Hindu, begitu juga bagi mereka yang kembali menjadi Hindu. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejak tahun 1972, PHDI telah memberikan keputusan bagi mereka yang menjadi Hindu, dilaksanakan dengan upacara sudiwadani, sehingga statusnya menjadi jelas. Tujuannya, agar PHDI mampu mempertanggungjawabkan kepada mereka yang menjadi Hindu, seandainya terjadi masalah.<span style=""> </span>Begitu juga, memberikan perlindungan kepada umat yang baru masuk Hindu.<span style=""> </span>Dengan adanya upacara sudiwadani, maka umat Hindu akan bertambah lagi sesuai dengan banyaknya yang disudiwadani. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Acara ini sangat penting, bahkan sudah sangat sering dilakukan PHDI sebagai lembaga umat Hindu. Di dalam sudiwadani ini, lembaga umat ini wajib memberikan wejangan-wejangan kepada umat yang baru menjadi Hindu, yaitu dengan memberikan pemahaman tentang agama Hindu.<span style=";font-family:";font-size:12;" ><i style=""></i></span></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-72004233633269053442008-09-01T21:14:00.000-07:002008-09-01T21:20:07.437-07:00Ida Bhujangga Rsi Anom Phalguna<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCSojaa44xxDbBWGrjXbngJTpP7n8tlIhdNtyDMNp5P4fiWYV3cWXR_ZQIppVm9q0O5krZdCf7eYAx0ydnOdS6548Nz33kUXBC2MQ8ZXH3vNSUFfyxfB082nydD0K3BmP-Xv1yjvy7EZgW/s1600-h/sul+gri.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCSojaa44xxDbBWGrjXbngJTpP7n8tlIhdNtyDMNp5P4fiWYV3cWXR_ZQIppVm9q0O5krZdCf7eYAx0ydnOdS6548Nz33kUXBC2MQ8ZXH3vNSUFfyxfB082nydD0K3BmP-Xv1yjvy7EZgW/s200/sul+gri.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5241273998662771362" border="0" /></a><br /><b style="">Demi Titah Leluhur<span style=""> </span>Kembali ke Kawitan<o:p></o:p></b><b style=""><o:p><br /></o:p></b><span style="font-style: italic;">Sulit memang, kalau jalan hidup sudah diatur oleh Hyang Widhi, rencana yang sudah matang pun menjadi lain karena melanjutkan titah leluhur. Sebaliknya, kalau ditolak akan banyak masalah akan menimpa keluarga yang silih berganti berdatangan, termasuk ekonomi keluarga menjadi kacau balau. Apa salahnya melanjutkan </span><i style="font-style: italic;">kepanditan</i><span style="font-style: italic;"> leluhur kalau sudah kehendak Tuhan.</span><b style=""><o:p></o:p></b><b style=""><o:p></o:p></b> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Seperti pepatah mengatakan, setinggi-tingginya burung terbang, atau sejauh-jauhnya burung merantau guna mencari makan, pada akhirnya kembali jua ke sarangnya atau ke tanah kelahirannya. Begitulah kehidupan bagi orang yang merantau di tanah orang. Walaupun rencana matang sudah dilakukan. Tapi, kehendak leluhur atau Hyang Widhi memutuskan lain.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Begitu perjalanan seorang sulinggih dengan bhiseka<span style=""> </span>Ida Bhujangga Rsi Anom Phalguna selama walaka. Awalnya, tutur Ida Rsi dengan nama walaka I Gede Putu Widnyana, S.Sos, tidak akan kembali ke tanah leluhurnya. Guna memantapkan rencana tersebut, demi perkembangan umat Hindu, akhirnya fakta bicara lain. Sulinggih dengan 3 anak ini pun tidak bisa memutuskan secara saklek kehendak apa akan direncakan di Irian.<span style=""> </span>Pasalnya, datang <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> dari Pulau Dewata, memberikan ketegasan yang tidak bisa ditolak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“<i style="">Pokokne, Bli </i>harus pulang, tidak ada lain selain Bli yang melanjutkan<i style=""> trah</i> leluhur untuk melanjutkan <i style="">kepanditan</i> di keluarga,” tutur Ida Rsi yang wawasan agamanya cukup luas.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di satu sisi, rencana untuk membuat merajan, membangun rumah serta tanah untuk itu sudah siap, bahkan sudah akan siap menjadi warga Irian. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sayangnya, demi <i style="">titah</i> Ida leluhur, Ida Rsi berprofesi PNS Badan Meteorologi Geofisika di Irian pun tidak bisa menolak untuk <i style="">came back to</i> campung. “Bagaimana ya, atas <st1:city st="on">surat</st1:city> perintah dari <st1:place st="on">Bali</st1:place>, Ida Rsi tidak bisa berkutik, harus dijalani, kalau tidak masalah akan menjadi lain di dalam keluarga,” kenang Ida Rsi yang mempunyai pikiran Hindu ke depan lebih padat dan lebih konsen dengan SDM berkualitas.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejatinya, perjalanan Ida Rsi kelahiran tahun<span style=""> </span>1 Januari 1958 sudah kenyang makan garam baik secara teori maupun praktek agama. Maka, tidak heran Ida Rsi dengan pendamping setia Ida Bhujangga Rsi Istri Hari Laksmi paham betul makna-makna upakara serta prakteknya. Ida Rsi bertubuh tegap pun sudah pengalaman menjalani kebrahmanan mulai dari menjadi pamangku di berbagai daerah di luar <st1:place st="on">Bali</st1:place>. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pertama kali, Ida dipercaya menjadi pamangku di Pura Jagatnatha Wira Bhakti, di Biak Irian Jaya tahun 1981 sampai 1994. selanjutnya, di Timor-Timur, juga mendapat kepercayaan mengemban tugas suci di Pura Girinata mulai tahun 1994 sampai tahun 1998. Guna memantapkan kualitas pamangkunya, sulinggih alumni STIA Yapis Irian Jaya ini pun pernah mengikuti penataran pamangku tingkat Nasional angkatan 11 di Unhi<span style=""> </span>Denpasar tahun 1996. Akhirnya pindah ke kawitan (baca kembali ke tanah kelahiran)<span style=""> </span>tahun 1998 serta tahun 2000 menjadi <i style="">pangabih </i>Ida Rsi Nabe. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kembali Ida Rsi mendapat tugas mulia dan menjadi pamangku di Pura Jagatnatha Pemkab Jembrana tahun 2000 sampai tahun 2004. <span style=""> </span>Akhirnya<span style=""> </span>tahun 2004 memutuskan madiksa menjadi sulinggih. Kentadi Ida Rsi sudah <i style="">madeg</i> pandita, tapi masih menjadi PNS aktif, namun status Ida sebagai staf ahli<span style=""> </span>ditempatkan di Dinas Ekbang Sosbud Pemkab Jembrana. Karena tenaga Ida Bhujangga Rsi sangat dibutuhkan guna memberikan berbagai pertimbangan secara moril dan spiritual di dalam membangun Pemkab Jembrana. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Yang sangat penting setelah perjalanan menjadi <i style="">madeg pandita</i>, Ida Rsi merasakan sekali tugas semakin berat. Kenapa? Karena Ida Rsi tidak mau sekadar malinggih, yang jelas Ida Rsi ingin memberikan pencerahan kepada umat Hindu agar menjadi pemeluk Hindu yang benar-benar paham dengan ajarannya. Tidak hanya menjadi pemeluk Hindu tapi tidak mengerti ajaran Hindu yang sebenarnya, apalagi hanya sibuk dengan upacara, sehingga muncul kesan Hindu itu rumit, biaya upacara mahal dan masalah krusial lainnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kata Ida Bhujangga Rsi, tugas berat ini terus dijalani dengan dasar pilar agama yaitu satya, dharma, prema, shanti, dan ahimsa. Akhirnya dengan pilar pokok ini, segala tugas Ida Bhujangga berjalan dengan baik. Bahkan semakin sibuk mendapat tugas melayani<span style=""> </span>umat dalam arti mulia<span style=""> </span>Asal tahu saja, masih banyak yang harus diceritakan perjalanan Ida Bhujangga<span style=""> </span>Rsi yang satu ini. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apalagi Ida Rsi mempunyai ide-ide yang sangat cerdas, berwawasan Hindu ke depan agar umat Hindu tidak risau menjadi Hindu. Ketimbang pindah agama, lebih baik Ida Rsi<span style=""> </span>banyak terjun ke kantong-kantong umat yang mengeluh dengan ritual yang rumit, ribet, walaupun sejatinya menjadi umat Hindu tidak serumit yang dibayangkan.<b style=""> Putu Patra<o:p></o:p></b></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-23164157858048642482008-08-26T20:41:00.000-07:002008-08-26T20:55:30.207-07:00Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Dwi Putra Brahmanda<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEJ6YN6sg1Co_89rN1-QTWUp1sGoNfq0QacRNL9Nt0OPiYp8g8XyjELicJ-UPGg-cMgS5tc_FfQS43b-rDFEZGplyM3cahmxbT0PMq2l-kEjYhToOUHGA9gWTqpB99gvtYWSqxu8byg0B7/s1600-h/sul+n+gri+and+35.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEJ6YN6sg1Co_89rN1-QTWUp1sGoNfq0QacRNL9Nt0OPiYp8g8XyjELicJ-UPGg-cMgS5tc_FfQS43b-rDFEZGplyM3cahmxbT0PMq2l-kEjYhToOUHGA9gWTqpB99gvtYWSqxu8byg0B7/s200/sul+n+gri+and+35.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5239040866773741218" border="0" /></a><b><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Sulinggih Rendah Hati Sarat Prestasi</span><o:p><br /></o:p></b> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Jalan hidup sulinggih yang satu ini, boleh dikatakan gemilang dalam prestasi, walaupun mengaku minim kualitas pendidika secara formal, dan tidak tamat SD. Tapi pendidikan formal yang tinggi tidak menjamin seseorang menggapai prestasi yang menonjol. Tapi sulinggih asal Buleleng ini ternyata gigih, rajin, tekun sehingga patut menjadi sosok teladan bahkan menjadi seorang guru dari orang yang bertitel. Berikut kisah Ida Pandita</span><o:p><br /></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pendidikan formal yang minim, tak sepenuhnya menjadi kendala untuk memacu dan mengembangkan potensi diri. Seperti halnya Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Dwi Putra Brahmanda. Walaupun hanya sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar, itupun tidak sampai tamat. Selain dikenal ahli menulis lontar, juga dikenal sebagai dukun usadha. Berbagai prestasi gemilang berupa piagam penghargaan pernah diraihnya, Apa yang menjadikan Ida Pandita Nabe mampu mengukir berbagai prestasi itu? Inilah hasil penelusuran wartawan TBA.<b><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saat wartawan Bali Aga bertandang ke griya yang berlokasi di Banjar Wiguna, Desa Pelapuan, Busungbiu, Buleleng, nampak pria paruh baya sedang serius dengan aktivitasnya. Di setiap sudut dihiasi pot bunga berbagai jenis dan ukuran, sehingga mampu mempercantik griyanya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Suara kicauan beberapa jenis burung yang tergantung rapi, menambah suasana semakin nyaman, sehingga rasanya ingin berlama-lama berada di sini. Mengetahui kami datang, serta merta Ida Pandita Mpu Nabe menghentikan aktivitasnya. Dengan senyum dan <st1:place st="on"><st1:city st="on">gaya</st1:city></st1:place> bicaranya yang khas, Ida Pandita mulai bercerita.<span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“<i>Tiang </i>terlahir dari keluarga petani dengan ekonomi yang serba pas-pasan. Karenanya, tiang hanya sempat mengenyam pendidikan sekolah dasar dan itupun <i>nungkak </i>(tidak sampai tamat-red),” ujarnya seraya menunjukkan foto-foto kenangannya saat <i>walaka.</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Latar belakang pendidikan yang sangat rendah, tak membuat sosok Ida Pandita Nabe minder, bahkan membuat harapannya pupus untuk<span style=""> </span>belajar. Melainkan membuat semangatnya semakin berapi-api dan lebih giat menempa diri. “Walaupun hanya sempat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, tak membuat <i>tiang </i>minder, namun memacu semangat lebih tekun belajar. Bahkan, sambil bekerja <i>tiang</i> sempatkan membawa buku, dan merapal apa yang sebelumnya <i>tiang</i> dapatkan,”jelas Ida Pandita Mapu Nabe dengan nada datar.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berbekal pendidikan yang sangat minim, ternyata tak menjadi kendala bagi Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Dwi Putra Brahmanda yang bernama walaka I Wayan Nastra, untuk menggali dan mengembangkan potensi dalam dirinya. Berbekal pendidikan Sekolah Dasar dan itupun tidak sampai tamat, Ida Pandita Mpu Nabe, dengan semangat dan dedikasi tinggi terus berusaha menggali dan mengembangkn potensi yang dimiliki. Semangat, dan kerja keras, selama ini, ternyata tidak sia-sia. Berbagai piagam pernah diraihnya, baik dari pemerintah daerah hingga dari presiden Republik <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> di bidang Keluarga Berencana dan penghargaan lainnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bahkan, tak sedikit yang <i>bertitel sarjana</i> belajar kepadanya. Ida Pandita Nabe juga sempat <i>diekspos</i> salah satu media, tentang keahliannya dalam menulis lontar. Semangat dan kerja kerasnya patut diacungi jempol serta dijadikan contoh. Semua itu tak lepas dari peran orang tuanya yang seorang guru yoga, serta penulis lontar cukup tersohor dan banyak memiliki murid.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Ketegasan dan kedisiplinan orangtua, <i>tiang</i> jadikan pemacu lebih giat belajar. Berbagai ilmu <i>tiang</i> pelajari termasuk membaca dan menulis lontar. Banyak lontar telah <i>tiang </i>salin ke hurup latin. Bahkan, banyak yang belajar bahasa <st1:place st="on">Bali</st1:place> di sini,” jelas suami I Nengah Sukanami yang kini <i>mabisekha </i><span style=""> </span>Ida Pandita Mpu Istri Nabe Daksa Dwi Putra Brahmanda serius. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di samping itu, Ida Pandita yang dikenal ramah ini, juga memiliki kartu anggota pedalangan PDSI (Persatuan Dalang Seluruh <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>). Sepak terjang dan semangatnya itu, sering dijadikan panutan atau contoh masyarakat sekitar dan krama luar yang sering tangkil ke griya. Ida Pandita Mpu Nabe juga sering dimohon membuat awig-awig desa dalam bentuk lontar berbahasa <st1:place st="on">Bali</st1:place>, dan menyalin lontar ke dalam bahasa latin. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Setelah orangtuanya meninggal, kemudian Ida Pandita Nabe harus meneruskan semua profesi ayahnya yang seorang guru yoga, <i>balian usadha</i>, dan pemangku. Beliau sering muput upacara <i>Panca Yadnya.</i> Maklum saat itu sulinggih sangat sedikit. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Setelah orangtua meninggal, banyak krama datang dengan berbagai tujuan, dan sempat mengelak. Karena merasa tidak memiliki kemampuan dalam bidang itu. Namun akhirnya <i>tiang</i> sadar bahwa tugas tersebut harus dipikul dan dijalankan,” tegasnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Lebih lanjut ayah <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:city></st1:place> orang putra ini mengatakan, setelah dijalani, rasa khawatir<span style=""> </span>itu sirna dan semua berjalan seperti air. Berbekal keyakinan dan keberanian, orang yang ditolong banyak yang sembuh, padahal hanya menggunakan Gayatari Mantra. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Guna meningkatkan pengetahuannya Ida Pandita memutuskan<span style=""> </span><i>aguron-guron</i>, (belajar-red) tepatnya di Griya Penarukan, Buleleng. Yang saat itu digembleng oleh Ida Pandita Mpu Nabe Dwi Tantra (almr), mulai dari tingkat Jro Mangku, Jro Gede, dan<span style=""> </span>Jro Bawati. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Niatnya malinggih selalu gagal. Salah satu kendalanya, melihat kemampuan yang dimiliki, gurunya berkeinginan menjadikan Ida Pandita menjadi seorang <i>Dalang Brahmana</i>. Karena saking baktinya, permintaan itu pun dijalankannya dan berhasil dengan baik. Belum selesai tugas itu, ternyata Tuhan berkehendak lain dan <i>Sang Nabe </i>keburu dipanggil (<i>amor ring acintya</i>). Kemudian setelah Ida Pandita Mpu Nabe Sinuhun dari Griya Agung Bongkasa Badung, mengetahui kemampuannya, mendesak agar segera <i>melinggih</i>. Akhirnya pada tahun 2001, Ida Pandita membulatkan tekad <i>melinggih</i> dan ditapak oleh Ida Pandita Mpu Nabe Istri Made didampingi Ida<span style=""> </span>Pandita Mpu Nabe Sinuhun. Dengan Bhiseka Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Dwi Putra Brahmanda.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Setelah melinggih, Ida Pandita tetap melaksanakan profesi sebagai dalang, penulis lontar dan <i>ngemargiang tetambaan</i>. Ida Pandita merupakan satu-satunya <i>Dalang Brahmana</i> di Buleleng. Namun demikian, Ida Pandita selalu melewatkan sisa hidupnya dengan penuh kesederhanaan.<span style=""> <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Andiawan</span> </span><b> <o:p></o:p></b></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-21108084006764702022008-08-26T20:33:00.000-07:002008-08-26T20:39:32.337-07:00Ida Pandita Mpu Sadi Angga Yoga<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjN2k0gJptdY8wBHR58Io5PmIEL4lxuFSsHn_UzoyECkwp6wwC19RSEoiLVgu08MhIcWHVaHtvt-qXQ8SHo3b8MTd0OQEEg-9M7KJBWTtLyMTwTkqPVdvtCNA5vblpOgTIB5trSEAvlkt2j/s1600-h/s+n+g+edisi+34.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjN2k0gJptdY8wBHR58Io5PmIEL4lxuFSsHn_UzoyECkwp6wwC19RSEoiLVgu08MhIcWHVaHtvt-qXQ8SHo3b8MTd0OQEEg-9M7KJBWTtLyMTwTkqPVdvtCNA5vblpOgTIB5trSEAvlkt2j/s200/s+n+g+edisi+34.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5239036575607972834" border="0" /></a><br /><b style=""><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Madiksa atas Kehendak Niskala</span><o:p></o:p></b> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><o:p> </o:p><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Kalau boleh ditolak, mungkin sudah lain ceritanya. Tapi perjalanan Pandita dari Kerambitan ini malah tak kuasa menolak kehendak niskala. Terbukti, berbagai penderitaan datang silih berganti. Akhirnya datang juga amanat dari nabe untuk segera </span><i style="color: rgb(255, 0, 0);">madiksa</i><span style="color: rgb(255, 0, 0);">.</span></b></p>Tidak semua orang mau begitu saja menjadi sulinggih atau menyucikan diri dengan jalan <i style="">madiksa</i>. Terkadang kalau mau ditolak, bisa jadi Pandita Mpu yang satu ini tidak akan menyandang predikat <i style="">sang wiku.</i> Inilah perjalanan panjang I Wayan Ada sebuah nama sederhana tapi penuh makna ketika<span style=""> </span>masih walaka. <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sekarang, nama walaka sudah dilepas setelah <i style="">ditapak</i> oleh seorang nabe dari Griya Agung Klaci, Marga, Tabanan mabhiseka Pandita Mpu Daksa Samyoga. Semenjak tahun 2001, setelah digelar pawintenan trijati, sulinggih berpenampilan sederhana menyandang bhiseka Ida Pandita Mpu Sadi Angga Yoga. Lalu, bagaimana kisah perjalanan sulinggih yang mengaku sebagai petani selama walaka? Berikut kisahnya di dalam obrolan santai dengan BALI AGA di Griya Sading, Banjar Kukuh Kangin, Kerambitan, Tabanan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“<i style="">Tiang wantah</i> pengalaman <i style="">wit saking pamangku, dumun tiang petani. Sakewala, tan wenten kleteg jagi malinggih</i>,” kata Pandita Mpu mengawali ceritanya. Dikatakan Pandita yang lama menjadi pamangku ini, memang menurut sastra setiap orang wajib menyucikan diri. Tapi, yang namanya <i style="">wiku </i>tidaklah gampang disandangnya. Perlu kesiapan lahir dan bathin. Apalagi Pandita Mpu satu putri ini mengaku tidak ada niat apalagi pengalaman kurang. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Begitu juga pergaulan, sejak awal hanya sebagai pamangku di Pura Siwa Sading sejak tahun 1973. Hanya ini bekal satu-satunya untuk bisa menjadi sulinggih, ditambah tugas untuk muput pitra yadnya,” urai Pandita dengan penampilan lugu. Begitu juga perjalanan muput yadnya dijalani mulai tahun 1978, selanjutnya <i style="">mawinten</i> Jro Gede pada tahun 1993 sampai tahun 2001. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tetapi, tandas Pandita yang mengaku pernah bekerja di Beringkit sebagai penjaga selama satu tahun, justru ada keanehan selama mencari nabe.<span style=""> </span>Di dalam mencari nabe, banyak kendala. Awalnya, tutur sulinggih tamatan SR ini, ingin bernabe kepada seorang soroh ida bagus. Anehnya, selalu gagal. Setiap ida bagus yang dijadikan nabe (guru kerohanian-red) selalu meninggal. Perjalanan bernabe ini cukup lama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan kendala ini, diputuskan mencari nabe dari pasek saja,. akhirnya diambil keputusan <i style="">kleteg kayun</i> (keneh) ke Griya Agung Klaci ring Ida Pandita Mpu Daksa Samyoga. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“<i style="">Yan tan iwang baan tiang narka, wenten matemu ring nabe salami seket</i> (50 kali). Akhirnya Nabe memberikan keputusan untuk madiksa saja,” kenang sulinggih bertubuh mungil ini dengan santun.<span style=""> </span>Saat itulah Pandita Mpu yang istrinya Ida Pandita Mpu IstriTirta lebar tahun 2006, ada niat untuk menolak. Tawaran ini diberi waktu selama tiga tahun. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Hanya saja, tutur Pandita Mpu yang tinggal di Griya Sading, Kukuh, Kerambitan, Tabanan ini, niat untuk menolak ini tidak bisa berjalan mulus. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> saja sandungan yang menimpa diri Pandita. Termasuk di keluarga tidak sesuai dengan harapan. bahkan, Pandita sendiri merasakan hal-hal di luar logika. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">“Tiang sering sungkan <i style="">tan keni antuk, punapi mawinan. Kadirasa tan anut ring<span style=""> </span>pangrasa, jeg sungkane tan pegat-pegat</i>,” cerita Pandita dengan logat bahasa <st1:place st="on">Bali</st1:place> kentalnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pandita Mpu kelahiran tahun 1941 bercerita panjang kenapa mau malinggih sebagai <i style="">madeg pandita</i>. Perjalanan menjadi sulinggih pertama <i style="">kaadegan</i> sebagai pamangku, alasan lain karena beberapa kali kesakitan, kalau tidak salah sebanyak 4 kali. Jatuh karena kaseleo, sakit aneh beberapa kali dicarikan mantri kesehatan tak pernah sembuh. Akhirnya dicari jalan lain, dan sempat<i style=""> maluasan.</i> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Semenjak malinggih, suasana di griya sedikit tenang. Selama malinggih, ada saja umat datang ke griya dengan berbagai tujuan. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> yang <i style="">nunas </i>tirta, menanyakan <i style="">dewasa ayu</i> tentang upacara dan tujuan lainnya seperti mohon tuntunan malukat. Selama Pandita Istri masih ada, suasana griya menjadi hidup, karena sering ada aktivitas membuat banten berbagai upacara atas permohonan umat. </p> <span style=";font-family:";font-size:12;" >Di akhir obrolan santai dengan awak BALI AGA, dikatakan Pandita, umat yang tangkil bukan hanya dari sekitar griya saja, namun banyak penangkilan dari luar desanya. Bahkan umat dari jauh juga ada saja yang tangkil menanyakan masalah yadnya. <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ayu Ratna</span><span style=""> </span></span>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-69386480572037236232008-08-05T19:54:00.000-07:002008-08-05T23:49:55.987-07:00Ida Pandita Mpu Wiswa Rupa Bhiru Dhaksa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNVDkPSDEtd3349lpl9d_8wseLbNeNGEtVI_7o5k83xyT5c2-hrBBCs6atjtYVOt8OGR58QJsTRT-zNi-dVgK3cniQ-1hAJkpOh4KPkl3ZjmFPWayxuBQWvzWKzWjVkcgximqyOR6b3nKQ/s1600-h/sul+n+gri.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNVDkPSDEtd3349lpl9d_8wseLbNeNGEtVI_7o5k83xyT5c2-hrBBCs6atjtYVOt8OGR58QJsTRT-zNi-dVgK3cniQ-1hAJkpOh4KPkl3ZjmFPWayxuBQWvzWKzWjVkcgximqyOR6b3nKQ/s200/sul+n+gri.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5231233082064837490" border="0" /></a><b style="color: rgb(102, 255, 255);"><o:p></o:p></b><span style="font-style: italic;font-size:100%;" ><b style="color: rgb(102, 255, 255);">Sesungguhnya pendeta adalah pelayan umat yang tidak harus disanjung dan disembah. Sulinggih memiliki sifat seperti pasir yang menyerap air, apakah air tersebut kotor atau bersih, semuanya terserap. Namun pada akhirnya yang akan keluar adalah air yang bersih saja. Itulah inti seorang sulinggih yang bisa menyerap ilmu apapun, dan kemudian dipilah-pilah dan hanya yang baik yang dipakai.</b></span> <span style="color: rgb(102, 255, 255);">Kedatangan TBA menyasar daerah Buduk, sampailah di depan sebuah rumah yang bertuliskan Griya Agung Adhika Sari. Inilah Griya Ida Pandita Mpu Wiswa Rupa Bhiru Dhaksa dengan nama walaka I Gede Biakta.Pertama masuk terlihat suasana ramai di mana ibu-ibu sibuk dengan kegiatannya membuat banten. Sambutan hangat menyertai, dan kedatangan itu tepat dengan </span><i style="color: rgb(102, 255, 255);">surya sewana</i><span style="color: rgb(102, 255, 255);"> yang merupakan rutinitas seorang sulinggih di pagi hari.</span> <span style="color: rgb(102, 255, 255);">Sambil menunggu sejenak di </span><i style="color: rgb(102, 255, 255);">saren kaja</i><span style="color: rgb(102, 255, 255);">terdengar suara burung menambah heningnya suasana griya. Tumpukan buku-buku di samping tempat duduk seakan menceritakan bahwa Ida Pandita gemar membaca. </span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Selang beberapa lama puja Ida Pandita usai dan terjadilah perbincangan parindikan Ida Pandita. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Masa kecilnya dijalani seperti biasa layaknya anak kecil pada umumnya. Masa sekolah menjadi masa menuntut ilmu baginya di mana kegemarannya dalam bidang bangunan mengantarkannya bersekolah di STM Bangunan Negeri Denpasar. Setelah menamatkan pendidikan, pekerjaan pun diraih. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">“Sambil bekerja sekitar tahun 1976 tiang menjadi pragina yang belajar secara otodidak. Di sini memang keturunan pragina. Kemudian berkembang tahun 1987 mulai menjadi dalang. Dari dalang inilah kemudian meningkat nopeng,” jelas Ida Pandita.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Barulah tahun 2002 keinginannya untuk mendalami ajaran spiritual tumbuh dengan sendirinya. Kemudian berlanjut munggah menjadi bhawati tahun 2005. Semua dijalani secara bertahap hingga munggah menjadi Sri Empu pada bulan April 2006 bertepatan dengan Purnama Kadasa. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">“Kita sadar dengan ajaran Catur Asrama, selama hidup menjadi yogi bagaimana caranya supaya dalam hidup menjalankan ajaran agama. Dengan <i style="">malinggih</i> merupakan penebusan dosa, dengan penyucian diri setiap hari. Selain itu dapat meningkatkan pengetahuan, sebab ada ilmu yang tidak bisa dipelajari sebelum <i style="">malinggih</i> di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place>. Dan yang paling penting adalah mengabdikan diri pada umat dengan memberikan pelayanan dalam bidang spiritual,” ungkapnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Menurutnya, sesungguhnya pendeta adalah pelayan umat yang tidak harus disanjung dan disembah. Sulinggih memiliki sifat seperti pasir yang menyerap air, apakah air tersebut kotor atau bersih, semuanya diserap. Namun pada akhirnya yang akan keluar adalah air yang bersih saja. Itulah inti seorang sulinggih yang bisa menyerap ilmu apapaun, dan kemudian dipilah-pilah dan dipakai yang baik. <b style="color: rgb(255, 0, 0);">(sadnyari)</b><span style="color: rgb(255, 0, 0);">. . . …………………Baca Edisi 32</span></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6069924706545560287.post-36361268058159613672008-07-28T20:17:00.000-07:002008-08-05T20:12:31.638-07:00Ida Peranda Gde Made Pengiasan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQHJKVBDN74rVTfxGBDwL6BXBTHLtsY46zj_ojV3t_pTElLDdTBBDplRkUIO8BG3ndnpOBU2BwwugCoEwLP4Fb9I8vtbkc1C4vrh2vBQJaGU5jj20Ic8VaG9FrmvGgiiZHRcRKxuIZR2d4/s1600-h/PEDANDA+copy.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQHJKVBDN74rVTfxGBDwL6BXBTHLtsY46zj_ojV3t_pTElLDdTBBDplRkUIO8BG3ndnpOBU2BwwugCoEwLP4Fb9I8vtbkc1C4vrh2vBQJaGU5jj20Ic8VaG9FrmvGgiiZHRcRKxuIZR2d4/s200/PEDANDA+copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5228270432514709826" border="0" /></a><br /><span style="color: rgb(102, 255, 255);">“Sebelum </span><i style="color: rgb(102, 255, 255);">melinggih</i><span style="color: rgb(102, 255, 255);">, </span><i style="color: rgb(102, 255, 255);">tiang </i><span style="color: rgb(102, 255, 255);">bergabung di Angkatan Laut. Selama menjalankan tugas, manis pahitnya kehidupan pernah </span><i style="color: rgb(102, 255, 255);">tiang </i><span style="color: rgb(102, 255, 255);">rasakan. Terutama saat bertugas di daerah konflik. Antara hidup dan mati, tak ada jurang pemisah </span><i style="color: rgb(102, 255, 255);">tiang</i><span style="color: rgb(102, 255, 255);"> rasakan,” ujar ayah </span><st1:city style="color: rgb(102, 255, 255);" st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:city><span style="color: rgb(102, 255, 255);"> orang putri ini, mengaku bergabung di Angkatan Laut sejak tahun 1966.</span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Pedanda yang dikenal ramah ini lebih lanjut mengatakan, banyak hikmah yang bisa didapat selama bergabung di Angkatan Laut. Selain banyak pengalaman, juga dididik selalu berjalan di atas keberanian serta selalu disiplin baik waktu maupun hal-hal lain dalam berbagai hal. Cara itu kemudian diterapkan untuk mendidik anak-anaknya. Dengan cara itu, lanjut Ida Peranda, kini anak-anaknya mampu <span style=""> </span>berdiri sendiri dan sukses. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">“<i>Tiang </i>tidak bisa membekali anak-anak dengan harta benda, tetapi hanya ilmu yang bisa <i>tiang </i>bekali. Syukurlah sebelum pensiun, anak-anak berhasil menyelesaikan pendidikan di universitas, sehingga memiliki bekal untuk mencari kerja,” jelas Peranda didampingi Ida Peranda Istri Agung Rai yang saat <i>walaka</i> bernama Anak Agung <span style=""> </span>Rai Murtini. Kesejahteraan anggota TNI pada waktu itu tidak seperti sekarang. Semua hidup dengan ekonomi serba pas-pasan, gaji hanya cukup 15 hari. Sehingga tak jarang gali lubang tutup lubang. Beruntung istri pintar mengatur, sehingga anak-anak bisa mengenyam pendidikan sampai di perguruan tinggi. <span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Lebih lanjut Ida Peranda mengungkapkan, selama bertugas tak pernah tergiur mengambil pekerjaan yang bertentangan dengan ajaran agama. Melainkan Peranda <span style=""> </span>sering membantu orang-orang yang sedang kesusahan dengan tulus, tanpa pernah mengharapkan imbalan. Mungkin karena sering membantu dengan tulus-ikhlas, Peranda mengaku sering mendapat rezeki tak terduga, terutama pada saat membutuhkan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">“Karakter <i>tiang </i>memang keras dan tegas. Namun semua itu demi kebaikan dan kemajuan, sehingga selalu siap menghadapi berbagai pantangan dan tantangn hidup. Karakter tersebut tak lepas dari gemblengan selama bergabung di Angkatan Laut.,” kata Peranda berbadan agak subur ini menegaskan.<span style=""> </span><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Kemudian tekad kerasnya ingin mengikuti jejak leluhurnya menjadi seorang sulinggih, permohonan untuk pensiun sempat ditolak hingga tiga kali oleh atasannya. Kemuduan setelah pensiun Peranda mulai melakukan pembelajaran di bidang agama, kepemangkuan, upacara dan lainnya dengan menjadi <i>pengiring</i> Ida Gde Ngurah, di Griya Ujung, Kesiman, Denpasar.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Dalam kurun waktu 11 tahun itu, selain menjadi <i>pengiring</i> juga sering mengikuti pelatihan kepemangkuan dan bebantenan. Selain itu, untuk mendukung profesinya Peranda mengoleksi berbagai macam buku dan lontar yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan keagamaan serta bebantenan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; color: rgb(102, 255, 255);">Merasa sudah siap <i>malinggih, </i>akhirnya Peranda dengan segala kemampuan yang ada memutuskan <i>malinggih</i> pada tanggal 4 Agustus 2005. “Saat itu <i>tiang </i>disport dan didukung oleh Puri Agung Pemecutan, sehingga setiap ada kegiatan <i>tiang </i>selalu <i>ngayah</i> di Puri,” ujar Peranda dengan nada datar.<span style="color: rgb(255, 0, 0);">(andiawan).............................Baca Edisi 31</span><br /></p>baliagahttp://www.blogger.com/profile/01964455247828686494noreply@blogger.com0